Pemuda itu konon berkepala batu. Pun, kapal yang ditumpanginya tak sekeras kepalanya. Sumpah sang Ibunda dapat mengalahkan segala kekerasan di bumi, darat dan lautan. Ketika badai tiba-tiba menerjang, kapal pemuda itu terbelah bagai tanah pada musim paling paceklik. Ia tak sempat memandang tanah kelahirannya. Tak sempat mengenal ibunya.
***
“Langit sudah gelap, lebih baik kita cepat pulang,” ujar tukang perahu. Perahu kurus berwarna hijau seketika meluncur ke lautan, memboyong saya dan kawan-kawan. Sedari pagi cuaca memang malu-malu, ada kelabu yang bersekongkol di langit. Membentuk gumpalan yang mencemaskan. Dan kecemasan itu pun larut.
Hujan menghajar perahu kami. Kali ini ia bersekongkol dengan ombak yang tak mau kalah tinggi dengan perahu. Mula-mula bagian depan perahu diterjang air, lalu bergelora hingga belakang. Saya menunduk di balik punggung seorang kawan. Sementara, air sedikit demi sedikit menggenangi kaki.
***
Saat mengetahui bahwa pada akhir trip kami akan berkeliling pulau di Padang, saya langsung sumringah. Bukannya bosan dengan perjalanan darat selama beberapa hari terakhir, tapi rasanya kurang klop saja apabila belum mengarungi Samudra Hindia.
Pukul tujuh pagi pun saya menyantap sarapan di hotel. Mas Cumi sudah mejeng dengan kaus kuning dan celana pendek, “buat foto-foto manja”, ujarnya genit. Saya tahu, Cumi selalu berpakaian terang seperti pelangi saat ke pantai, atau lebih tepatnya mengenakan kancut warna-warni saat ke pantai.
Pulau pertama yang akan disinggahi adalah Pulau Pasumpahan. Perahu berlayar dari Teluk Bungus, sekitar satu jam dari hotel kami di pusat Kota Padang. Rencananya perahu akan singgah juga di Pulau Pamutusan, Pagang, dan Sikuai. Bicara soal perahu, ternyata perahu yang digunakan pagi itu kecil sekali. Lebarnya hanya untuk dua orang. Kami pun diberi kantung plastik biru raksasa, untuk membungkus tas.
Rupanya tukang perahu sudah tahu. Di tengah jalan, ombak menghambur hingga membasahi barisan depan perahu. Saya bersyukur memilih bangku di belakang–sambil memeluk tas berisi kamera dan segala rupa. Setelah upaya yang berulang kali gagal untuk menghindari percikan ombak, nyiur terlihat melambai di sisi dermaga. Menyambut saya dan kawan-kawan.
Beberapa orang terlihat asyik berenang di dekat dermaga, pelampung oranye menyembul di sana-sini. Pulau ini cukup bagus, kesan saya sekilas. Tenda warna-warni terlihat berdiri di sisi kiri pulau, jemuran bergantung pada pohon, pula tempat tidur gantung. Cumi tak mau kehilangan momen, ia langsung mengajak saya dan Winny untuk berfoto di dekat tenda pengunjung yang tak kami kenal.
Begitu tiba di pondok dan meletakkan tas, pemandu mengajak untuk mendaki puncak bukit di Pasumpahan. “Tidak sulit, kok, lima belas menit saja,” ujarnya. Dusta. Begitu melihat tali yang menggantung dari atas tebing bebatuan, firasat saya mengatakan kami akan butuh waktu lebih lama. Saya pun melepas sandal jepit, mengikuti saran seorang perempuan yang baru saja turun.
Saya dan Winny pun lebih dulu memanjat. Tak sulit-sulit amat memang, asalkan sudah pernah atau jago panjat tebing. Ini pengalaman pertama saya. Dan, ternyata begitu melangkah beberapa tapak dari tebing itu, saya harus menggantungkan nasib pada seutas tali lagi, dan menyelinap di bawah pohon yang tumbang. Belum sampai di situ, di landaian pertama, saya melihat tanah berundak yang terjal dan tali lagi.
Saya yang masih segar, naik dengan menggebu-gebu. Walaupun peluh tak henti bercucuran. Tiba di puncak, semua kesusahan terbayar. Pemandangan dari atas bukit sangat indah, Pulau Sikuai terlihat di penghujung, berdekatan dengan daratan antah berantah di Sumatera Barat. Semuanya terlihat hijau. Pepohonan. Lautan. Lalu pirus. Mungkin ada benarnya juga kalau Pulau Pasumpahan disebut-sebut sebagai Raja Ampat-nya Sumatera Barat. Ini adalah versi mininya.
Ternyata, turun bukit tak selalu lebih mudah ketimbang naiknya. Saya beberapa kali harus menahan dengkul yang gemetar memandangi ketinggian. Semua itu pun berlalu tanpa terasa, saya dan Winny berhasil menginjak pasir kembali tanpa lecet sedikit pun.
Saya pun memutuskan untuk menenangkan kaki dengan berendam di laut. Rencana snorkeling tak terlalu berbalas karena laut keruh. Saya mengapung saja menghadap matahari. Rasanya seperti mengambang di langit. Sangat nyaman dan melenakan. Riuh orang-orang terasa begitu jauh. Saya melayang dalam hening.
***
Kawan di depan saya mulai menggayung air yang membanjiri perahu. Saya masih menunduk, menyembunyikan wajah dari air laut yang memedihkan. Kawan yang lain berteriak bersahutan kala ombak kembali menghantam. Sayup-sayup hujan belum berhenti. Saya teringat pada Boko. Perahu kecil kami tak ada apa-apanya dibandingkan kapalnya. Kalau kapalnya hancur dihantam badai, bagaimana dengan perahu kami? Tiada gunanya panik, itu hanyalah legenda.
Sementara, Ibunda Boko menyumpahi anaknya yang melupakan kampung halaman dan orang tuanya. Di bawah kaki sang Ibunda muncul daratan yang kini menjadi Pulau Pasumpahan. Lalu, Boko membatu di hadapan Pulau Pasumpahan.
***
Pulau Pasumpahan memang memiliki legenda yang sangat menarik. Dan itulah ciri tradisi lisan di Indonesia. Yang pasti, Pulau Pasumbahan adalah bukti bahwa Pesona Indonesia tidak ada habisnya. Yuk, beli tiket pesawat sekarang juga ke Sumatera Barat. Lion Air biasanya harganya sangat terjangkau. Selamat menjelajahi pesona Pulau Pasumpahan!
Keren. Asik banget ceritanya, yuk.
makasiiih, Deli, udah mampir ke sini. sering-sering, ya. hehehe…
Cakeeeep kusuka cerita-ceritamu :*
aw awww, makasiiiih tehnit. :*
Tapi kancut ku kali ini ngak terang lho, warna2 kales garis2 manja gitu kok hahaha
Gw lagi ngebayangin turun dari puncak pasumpahan nya, kaki gemeter ngesot manja tapi alhamdulillah puas
iyaaa, sama ajalah pokoknya heboh kancutnya, hehehe. mana foto kita yang manja ituuuh, deket tenda sama adegan ala-ala…
iya, beneran gemeter deh kaki, mana nyeker. dirimu hebat masih bisa pakai sandal jepit manja. 😛
Untaian kata mengalur manja..
Enak dibaca.. ga sadar tau tau dah tamat..
#gaksiasiamasihpegelsampesekarang..
hahaha, masih belum sembuh juga kakinya? mungkin karena kelamaan mangku batu angke-angke.
makasiih udah mampir ke blog ini, mas. sering-sering aja, ya. 😛
ya ampun Yukiiii dirimu jago banget merangkai kata !!!
spechlesss cakep 😀
bTW ITU KEritungku bisa dibonding gak hhahaha
jadi kita Danau Toba rasa Pasumpahan ya 😀
makasiiih, Winny. sini sini kalau mau konsultasi bahasa hihi…
keriting itu seksi butet! ?
pulaunya masih bersih belum, kayak belum tersentuh ya mbak
iyaaa, semoga selalu terjaga kebersihannya, ya.
harus coba ke sana, mas. 🙂
weeww… cakep bgt diliat dari atas ^o^.. yg naik pakai tali, walo sebenernya ga yakin aku bakal gampang manjat2 begitu, tp demi dapet pemandangan secakep itu mah, kyknya bakal dijabanin sampe puncak 😀
hahaha, iya mesti naik ke puncak biar bisa puas menikmati pemandangannya. aku aja pengen banget balik ke sana. ?
Cakep ya Pasumpahan ini Ki. Pengen ke sana dan semoga cerah yaaa. Yah naik ke bukit itu sekalian latihan. Kan kita mau naik gunung bareng :*
iyaaa, cakep beb, kalau ke sana lagi harus sekalian kemping.
asyiiiik, cepat sembuh, ya, supaya kita bisa jalan bareeeeng.
kita semua menanti di sini, :*
Usahanya keras juga,,, buat dapetin view yang ok..!!! Sampe manjat Gono…
iyaaa, lumayan trekking menantang demi view.
sebenernya enggak terlalu sulit kok, 15 menit juga sampai puncak. 🙂
Semoga kita jadi anak yang berbakti dan sholeh yaaa, jangan kayak si boko.
Gw turun nya lebih cepet meskipun liat bawah nya nyut2an ngilu
amin amin, kakcum. apalagi pangeran dari Gresik pasti berbakti banget sama orang tuanya, ya.
rasanya pengin meluncur aja turunnya, tapi nanti celana bolong dong, hahaha.
waahh kerenn jg ya ternyata pulau pesumpahan itu, kmrn wktu backpackeran ke padang gk sempat menjelajahi pulau2 d sana.. 🙁
btw salam kenal 🙂
halo, salam kenal juga. terima kasih udah mampir ke blog ini. 🙂
nah, berarti harus balik lagi backpacker-an ke Padang, di sekitar Pulau Pasumpahan ini banyak pulau kecil lainnya yang bisa dikunjungi, lho. semoga bisa segera balik ke Padang lagi, ya.
cantik sekalih…smoga bisa travel ke sanahh
iya, memang cantik sekali.
semoga bisa segera menyusul ke sana, ya. 🙂
Sumpah Pulau Pasumpahan keren banget, dan memang jika ke pulau ini wajib ke puncak bukitnya. View-nya indah banget
Btw, selamat ya, menjadi juara di akucintaindonesia AirPaz
salam kenal.
Catur
jelajahsumbar.com
halo Mas Catur, salam kenal juga.
terima kasih juga udah mampir ke blog ini. memang view dari atas bukit Pasumpahan ini mengagumkan sekali, rasanya betah duduk-duduk di atas sambil memandang-mandang ke bawah, ya. 🙂
Ciaamiik bener blog nya dari foto dan ulasan nya sangat meng-inspirasi selamat yah mbak buat blog nya..”
terima kasih, Juna, sudah mampir juga dan meninggalkan komentar. semoga tulisan saya bisa menginspirasi terus, ya. 🙂
wah kayaknya seru tuh ke p.pasumpahan hehe, lagian saya orang minang tapi blom pernah mencicipi pulau pasumpahan hiksss
***
BTW mbak orang minang ya ??
halo, kebetulan saya bukan orang Minang, aslinya orang Medan, hehehe.
wah, sebagai orang Minang wajib main ke Pulau Pasumpahan, dong. ditunggu cerita serunya di sana, ya. 🙂
Wuaaa cantik tempatnya Kak. Selamat ya dapet juara dua. 🙂
halo Nurin,
iya, Pulau Pasumpahan ini memang cantik dan boleh banget dikunjungi, bisa kamping juga di sana.
makasiiih, ya, buat ucapannya. sering-sering mampir ke blog ini, ya. 🙂
Pulau Pasumpahan asli keren banget, apalagi kalau dilihat dari atas,,
betul, setuju banget. Pulau Pasumpahan ini kalau dilihat dari atas bahkan disebut-sebut semacam Raja Ampat-nya di Sumatera. 🙂
setuju, enggak rugi trekking ke atas, bisa menikmati pemandangan pulau dari semua arah. seru banget. 🙂
Sejujurnya aku hanya melihat foto yang indah itu 😀 Indonesia punya
betul, Indonesia memang indah banget, kawan. 🙂