In Search of Happiness

I want a penis. A penis,” isak seorang wanita gempal dengan aksen latinnya.

You mean happiness?” tanya Hector, menangkap maksud wanita itu.

Everybody wants a penis, but they can’t touch a penis*,” lanjut wanita itu konsisten.

 

Yes, there’s “a penis” in every “happiness”.

Semua orang menginginkan kebahagiaan. Happiness. Kita ingin bahagia. Bahagia itu sederhana, begitu katanya. Juga niskala, tak bisa disentuh, butuh diresapi. Itu pula yang sering kali saya ulang-ulang dalam hati. Tapi, kenyataannya tak selalu begitu. Ada kalanya saya merasa kurang bahagia, tidak bahagia, amat sangat tidak bahagia.

Tentu, hal itu datang dan pergi begitu saja, tak selalu jelas kondisi yang menyebabkannya. Beberapa menyebutnya sebagai gejala PMS yang biasa menyihir perempuan menjadi makhluk mengerikan penuh emosi. Beberapa menganggap saya terlalu banyak mau. Mungkin ada benarnya, walaupun untuk yang pertama saya tidak setuju, saya lebih sering mengantuk daripada emosional.

Pun begitu, ketika merasa tidak bahagia, sering kali saya tak tahu persis alasannya. Saya sedih tanpa alasan yang jelas. Yang kini saya sadari bahwa itu bentuk ketidakpuasan. Tidak puas membuat saya tidak bahagia. Padahal tak semestinya saya menyiksa diri dengan hal kecil yang tak terlalu penting, begitu ujar Sadewa suatu hari.

Memang, saya sering tak puas dengan hidup saya. Melihat orang lain yang berjalan-jalan ke suatu tempat yang saya idamkan, saya lantas iri. Melihat teman melanjutkan sekolah ke luar negeri, saya lantas patah hati. Melihat penerbit lain meluncurkan buku yang saya inginkan, saya lantas murung. Saya tahu itu picik. Seharusnya itu menjadi cambukan bagi saya untuk memperjuangkannya. Tapi, saya malah berkubang dalam duka. Saya membanding-bandingkan diri saya dengan orang lain untuk merasa bahagia. Yang mana harusnya pantang dilakukan. Seperti kata Hector, “Making comparisons can spoil your happiness.”

Setiap orang punya versi kebahagian masing-masing.

Maka, untuk kesekian kalinya saya mengingatkan diri untuk bersyukur. Bersyukur membuatmu menerima dirimu apa adanya. Membuatmu puas dengan dirimu, lalu berbahagia. Kebahagiaan adalah cara pandang kita terhadap sesuatu. Happinness is a certain way of seeing things. Kita harus selalu berpikir positif terhadap sesuatu, memandang kegagalan sebagai awal menuju kebahagiaan seutuhnya. Jangan takut apabila tersandung saat melangkah.

Kebahagiaan tak serta-merta diraih ketika kita menempati sebuah kondominium mewah berlantai tiga puluh. Bukan jaminan. Kebahagiaan barang kali juga bisa ditemukan saat kita menyusuri jalan-jalan yang asing, saat melihat pemandangan yang jarang kita lihat. Happiness is a long walk in beautiful, unfamiliar mountains. Tak hanya itu, merasakan hangatnya matahari di kulit setiap pagi juga seharusnya dapat membuat kita bahagia, bahwa kita beruntung masih dapat hidup hingga hari ini.

Saya harusnya selalu merasa bahagia dapat mengerjakan hal yang saya suka. Membaca dan menulis. Editor adalah profesi yang saya cintai, saya tekuni sepenuh hati. Siapa lagi yang bisa bekerja dengan membaca buku sepuasnya selain editor? Kurang beruntung apa saya? Saya juga masih bisa menikmati perjalanan demi perjalanan di sela-sela kesibukan. Happiness is doing a job you love.

happiness
Happy to see a child reading a book
One of my happiest moment
One of my happiest moment

Dan kurang bahagia apa saya dengan hadirnya Sadewa? Bahagia adalah bisa menghabiskan waktu bersama orang yang kita sayangi. Happiness is being with the people you love. Dan ketika pasangan dapat menerima diri kita apa adanya. Dapat saling menyampaikan perasaan, keluhan, protes, dan pujian dengan terbuka. Bahagia adalah selalu peduli terhadap kebahagiaan pasangan kita, begitu pula orang-orang yang kita sayangi, keluarga dan teman-teman.

Kita harus bisa merayakan kebahagiaan!

Dan sebagai penutup, bahagia adalah tahu cara untuk merayakannya. Karena itu, mari kita rayakan kebahagiaan kita setiap harinya dengan penuh syukur. Beberapa hari lagi saya dan Sadewa akan memperingati satu tahun pertemuan kami. Saya tak merasa kurang bahagia setitik pun saat ini. Karena kami akan selalu menjadi teman baik. Selalu. Terima kasih, Teman!

happiness
Happy!

So as Hector said, we have an obligation to be happy. So, what’s your happiness?

 

*) Dikutip dari film Hector and the Search for Happiness (2014).

P.S. Nantikan pameran kami dalam edisi “Friends of Post” di POST, Pasar Santa, tanggal 12 September mendatang!

a travel writer and blogger who have a big passion for writing and editing, social media, and photography.

Related Posts

16 Responses
  1. Intinya emang kudu bersyukur, mbak. Kadang apa yang kita lihat dari orang lain itu kelihatannya menyenangkan, tapi kita tidak tahu apakah mereka rasakan sama yang kita pikirkan 😀

  2. Yukiiiiii…

    aku selalu suka baca tulisanmu.
    iya terkadang kita suka membesar-besarkan hal yang sebenernya tidak begitu penting dan kurang bersyukur dengan hal-hal kecil yang ada di setiap hari kita…

    awet yaaa.. sama sadewa…
    hope you always find your happiness everyday
    cheers!

  3. Aih Yuki, tulisanmu ini manis sekali. Ini semacam pengantar untuk tgl 12 ya? Selamat ya untukmu dan Sadewa, pasangan nan hangat. Omong-omong, wajah Sadewa-mu itu seperti sedang menahan kentut.

    1. terima kasih, Sepatu Buluk.
      iya, rencananya akan dipasang posternya juga kalau sudah jadi.

      benar juga, terkadang senyumnya memang palsu. itu ajaran temannya, namanya Teddy.

  4. Nedika Adityo Putra

    Mba yuki! izin print dan pajang di rumah tulisan lo yang ini ya! sebagai pengingat saat mulai rasa tak percaya diri atau minder muncul! haha kalau foto2nya ga kok mba. haha

    1. halaaah, lebay juga hahaha.
      bukannya lo pede banget udah gaul sama abang gojek. *apa hubungannya?*
      foto bahaya pamali ditarok di tempat-tempat yang tak dikenal. ?

Leave a Reply