Mengenal Tarsius, si Mungil Bermata Besar dari Belitung

Saya pertama kali melihat Tarsius dalam tulisan Indohoy beberapa tahun lalu. Saat itu kawan saya, Vira dan Mumun, mengunjungi Konservasi Tangkoko di Bitung, Sulawesi Utara. Primata mungil bermata belo itu sedang memeluk dahan pohon dalam kelam malam, dengan ekor menjuntai melebihi panjang tubuhnya. Ia adalah kera terkecil di dunia. Panjang tubuhnya hanya lima belas sentimeter dan beratnya seratus dua puluh gram. Sekilas mengingatkan pada Koala versi mini.

Dan ternyata Tarsius juga hidup di Pulau Belitung. Saya mengira ia hanya mendiami wilayah Indonesia bagian tengah, antara Kalimantan dan Sulawesi.

Memiliki nama lengkap Tarsius bancanus atau Cephalopachus bancanus, Tarsius dikenal juga dengan sebutan Mentilin atau Pelilean di habitatnya di Bangka dan Belitung. Awalnya, hewan menggemaskan ini dianggap pembawa sial. Alasannya sederhana, saat pemburu mengincar kijang pada malam hari, si mata belo muncul–ia adalah hewan nokturnal–dan sering kali dikira kijang. Pemburu salah tembak sehingga kehilangan jejak targetnya. Perburuan gagal dan Tarsius jadi korban.

tarsius
Si kera mungil dengan tangan dan kakinya yang unik

Tarsius Termasuk Hewan Langka

Mitos itu berkembang beberapa tahun silam, sebelum Pak Budi membangun konservasi di Taman Wisata Alam Batu Mentas pada tahun 2011. Sebuah upaya menjaga populasi Tarsius yang terus menurun akibat perburuan dan pembalakan hutan. Habitat yang terenggut berperan besar menyebabkan Tarsius–yang kini dinobatkan sebagai hewan endemis Bangka-Belitung–menjadi hewan berstatus langka di dunia.

Terletak di Desa Kelekak Datuk, Kecamatan Badau, Belitung Barat, kita bisa mencapai Batu Mentas dalam waktu tiga puluh menit dari Kota Tanjung Pandan. Semula saya mengira akan melakukan aktivitas halang rintang atau arung jeram, ternyata malah bertemu Pak Budi dan membahas banyak hal tentang Tarsius Belitung.

Satu hal yang paling unik–dan menarik perhatian saya, Tarsius adalah hewan monogami. Mereka hanya punya satu pendamping, tak bisa kawin lagi apabila pasangannya mati. Apa karena itulah mata Tarsius terlihat begitu sendu?

Ya, bisa dikatakan, Tarsius hewan yang setia. Dan terancam punah.
tarsius belitung
Si mungil berlindung di bawah pohon
tarsius
Sekilas mirip tikus

Tarsius Belitung masih Terus Diteliti

Tarsius Belitung berbeda dengan yang menghuni hutan Sulawesi. Ia tidak tinggal di lubang-lubang pohon, tetapi di bawah kanopi dedaunan. Istimewanya lagi, ia memiliki telinga yang mampu mengolah gelombang ultrasonik. Karena itu, jarang sekali kita akan mendengar suaranya. Ya, walaupun sempat menggeram saat saya mendekatinya untuk memotret.

Saat melihatnya siang itu, Tarsius yang tinggal di kandang cukup luas di Batu Mentas, bergeming memeluk ranting. Sebagai hewan pemuja malam, wajar apabila ia tak beraktivitas pada siang hari. Tapi, jangan terkejut apabila tiba-tiba kepalanya berputar ke arah kita. Kepala Tarsius dapat berputar hingga 270 derajat!

Tarsius Belitung hidup soliter dengan pasangan dan anak-anaknya, yang disapih setelah berusia enam bulan. Setelah itu, sang anak akan mencari teritori baru dan menandainya dengan urine. Perilaku yang banyak dilakukan pula oleh hewan lain. Nah, batas teritori ini akan dipertahankan pula dengan kemampuan ultrasonik mereka.

tarsius
Tinggal di balik dedaunan
tarsius
Pak Budi sang pemilik konservasi

Penelitian selama bertahun-tahun masih dilakukan oleh Pak Budi. Ia berusaha menemukan cara agar hewan pemakan serangga ini tidak mengalami stres. Tarsius stres akan mudah mati, hal wajar pada Tarsius yang dikandangkan, yang tak lagi tinggal di hutan lepas. Pak Budi mempelajari pola hidup mereka, dari mulai cara tidur hingga cara makan.

Selain itu, penyebaran Tarsius dari Sulawesi dan Kalimantan hingga ke daratan Sumatera menimbulkan pertanyaan lain, apakah dahulu pulau-pulau besar itu merupakan satu kesatuan. Pak Budi juga masih melakukan penelitian mengenal hal itu dan banyak hal lain. Hm, kalau begitu apakah teori Wallace tentang pembagian fauna Indonesia yang terbagi dua; fauna bagian barat dipengaruhi Asia dan bagian timur dipengaruhi Australasia, lantas gugur?

Semua itu masih misteri, tapi keberadaan Tarsius di Belitung yang semula bagai hantu bagi para pemburu tidaklah demikian.

tarsius
Batu Mentas yang masih sangat alami!

a travel writer and blogger who have a big passion for writing and editing, social media, and photography.

Related Posts