Melanjutkan cerita sebelumnya di Desa Polan, yang warga desanya bahu-membahu menjaga alam demi keterjagaan siklus air bersih, saya dan kawan-kawan berpindah ke desa sebelah yang masih berada di Kecamatan Polanharho, Desa Karanglo. Bersama #AquaLestari, warga Desa Karanglo membangun Bank Sampah yang diberi nama Rukun Santoso.
Diresmikan pada 16 Maret 2015 lalu, Bank Sampah adalah sebuah tempat pengumpulan dan pengelolaan sampah, utamanya plastik, dari seluruh desa yang kemudian dijadikan berbagai barang siap jual. Kreativitas semacam ini mungkin sudah tidak asing lagi ditemui di beberapa daerah di Indonesia. Suatu kali saya pernah melihat tas yang terbuat dari bungkus plastik kopi instan. Kawan jalan saya, Sefin, bahkan membeli koper daur ulang semacam itu.
Di Desa Karanglo, para perempuan, kebanyakan kaum ibu, meluangkan waktunya untuk berkreasi, menoglah dan memanfaatkan sampah plastik–limbah nonorganik yang tak bisa hancur–menjadi pernak-pernik berdaya pakai dan jual. Beragam barang mereka ciptakan, mulai dari tas gendong, tas laptop, dompet, pakaian, topi, bunga, perhiasan, hingga wayang. Ya, wayang yang terbuat dari limbah plastik ini hanya ada satu-satunya di Indonesia.
Lalu, bagaimana menciptakan kesadaran masyarakat untuk mengumpulkan sampah plastik? Sederhana saja. Awalnya, program #AquaLestari mengampanyekan untuk membeli tiap bungkus plastik utuh seharga seribu rupiah. Satu demi satu warga kemudian mengumpulkan limbah sampah, tak asal buang ke sungai atau hutan, dan membawanya ke Bank Sampah Rukun Santoso. Dalam sekejap, Desa Karanglo berhasil menyortir limbah plastik seluruh desa.
Kini membeli sampah tak perlu dilakukan lagi. Karena kreativitas para anggota Bank Sampah, kebutuhan sampah plastik meningkat berkali-kali lipat. Permintaan terhadap produk daur ulang mereka melebihi bahan baku yang tersedia. Mau bagaimana lagi, selain dijual di daerah sendiri, produk-produk Desa Karanglo juga sudah menjelajah ke berbagai tempat.
Saat mengunjungi tempat ini, kita akan terbiasa melihat ibu-ibu dan bapak-bapak bermain dengan jarum dan benang, pula gunting. Plastik berwarna-warni digunting kecil-kecil untuk dijadikan bahan isian tas atau dompet, kemudian dijahit. Hiasan lain juga dibutuhkan untuk membuat kreasi mereka, seperti pita aneka warna dan manik-manik untuk kalung atau gelang.
Saya dan kawan-kawan pun diajak untuk mencoba membuat beberapa benda daur ulang. Saya mencoba membuat kalung dari guntingan kertas majalah, yang digulung dan direkatkan dengan lem agar menjadi manik-manik. Kreatif sekali, saya baru pertama kali melihatnya. Kunjungan singkat ke Bank Sampah ini sangat berkesan. Apalagi, semenjak ke Jepang berulang kali, saya tahu pentingnya pemilahan sampah rumah tangga.
Dan, hal itu mesti dimulai dari diri sendiri, dari lingkungan kita sendiri. Siapa tahu dari beragam limbah yang sering kali kita lempar tong sampah, masih ada yang bisa dipakai dan didaur ulang. Yuk, bijak memilah sampah dari sekarang juga!
Perjalanan #EIJogja16 ini disponsori oleh Aqua Lestari dan didukung oleh Greenhost Boutique Hotel, Jogja Bay, dan lain-lain.