Banyak orang yang bertanya-tanya, kebingungan, keheranan, bahkan terkagum-kagum saat mengetahui bahwa saya mengajak orang tua, lebih tepatnya ibu saya, traveling berdua saja. Apalagi setelah tahu bahwa perjalanan kami bukanlah trip glamor naik-turun Lamborghini sewaan lalu belanja dan nongkrong di kafe, melainkan backpacking selama sembilan hari ke Sumbawa, Lombok, dan Bali.
Kami berangkat dengan ransel andalan. Mami membawa daypack Deuter 18 l, sedangkan saya carrier 25 l dari merek yang sama. Kami bertualang naik-turun angkot dan bus dan kapal feri dan perahu dan bukit dan lain-lain. Saya bersyukur tidak menemukan hambatan berat selama traveling bersama Mami. Mami adalah orang yang cukup perkasa walaupun usianya, bukan kepalanya, sudah berawalan lima.
Kebetulan pula Mami dan saya memiliki kegemaran yang sama: traveling. Sejak muda Mami sering mengajak anak-anaknya berwisata—saat kami masih tinggal di Medan—ke mana-mana. Dari bayi kami sudah diboyong ke Pantai Cermin, Sibolga, Brastagi, Bukit Lawang, dan lain-lain. Ketika saya duduk di bangku kantin SD dan kami sekeluarga pindah ke Jakarta, kesempatan untuk traveling pun berkurang. Mami sibuk mengurus rumah tangga dan ketiga anaknya yang sekolah, dan saya sibuk meraih ranking pertama di sekolah.
Yang saya ingat, Mami pernah mengajak saya piknik ke Cibodas, Ciater, Maribaya, dan Tangkuban Perahu bersama tetangga satu RT. Lalu, sudah menjadi kodrat murid SD Negeri di Jakarta pada umumnya, saya pun ikut karyawisata ke Karang Bolong, Pantai Carita, dan Anyer. Tak lupa pula membeli gantungan kunci dan bros kerang-kerangan dan biji congklak, yang juga berasal dari kerang.
Sementara itu, kami juga beberapa kali sempat mudik ke Medan dengan menumpang bus ALS dan PMTOH. Nah, saya senang sekali saat naik bus selama tiga hari tiga malam ini. Kami bisa singgah di berbagai kota di Sumatera, mandi dan berenang di sungai-sungainya, menjajal beragam makanan khas, dan foto-foto. Tentunya semua perjalanan itu diprakarsai oleh orang tua saya.
Ketika lulus kuliah, barulah saya mulai mengajak Mami mengenang kembali kegemaran traveling-nya. Kami pertama kali berduet saat ke Danau Toba dan Pulau Samosir pada tahun 2009 silam, lalu mulai rajin traveling lagi—entah dengan tambahan peserta abang saya atau adik saya—ke berbagai tempat.
Maka, saat ditanya mengapa saya mengajak Mami sebagai travel mate saya, kira-kira inilah alasan saya.
1. Balas Budi
Bukan, bukan berarti kita harus mengganti semua pengorbanan yang telah dilakukan orang tua kita. Dalam hal ini adalah balas budi untuk hal spesial yang pernah diberikannya kepada kita, yang mungkin saja berbeda bagi setiap orang. Bagi saya, itu adalah traveling. Saya ingin mengganti hari-harinya yang berlalu tanpa traveling karena membesarkan saya yang tidak besar-besar ini.
2. Berbagi Hobi yang Sama
Saya gemar traveling, begitu pula Mami. Karena itu, ketika saya berulang kali pergi bertualang bersama teman-teman, jujur saya merasa agak sedih karena pulang hanya membawa cerita dan oleh-oleh. Sudah saatnya saya mengajak Mami merangkai kisah traveling kami sendiri!
3. Bisa Pamer
Pamer di sini bisa bermacam-macam. Mungkin kamu bisa pamer punya banyak uang dan mengajak orang tua menginap di Amanwana Resort di Pulau Moyo. Pamer bisa diving saat kalian ke Raja Ampat (I wish!). Pamer bisa snorkeling walaupun pakai jaket pelampung. Pamer bisa makan sashimi bulu babi. Pamer bisa berbincang dengan bahasa Inggris saat bertemu sesama traveler di Gili Trawangan. Pamer bisa menangkap nyamuk dengan sumpit. Pokoknya kamu tentukan sendiri mau pamer apa. Menurut saya, pamer kepada orang tua sah-sah saja.
4. Menjalin Kekompakan
Mungkin ada masanya kita merasa jauh dari orang tua karena sibuk bekerja, sekolah, pacaran, ke mal, ikut Karang Taruna, dan lain sebagainya. Nah, traveling bersama adalah waktunya bagi saya untuk menjalin kekompakan dengan Mami. Sebab, kegiatan bersama kami kian terbatas saat ini, paling hanya ke mal atau pasar. Di rumah pun hanya mengobrol ala kadarnya. Saat traveling, saya bisa mengobrol lebih bebas dan mengalami hal-hal unik bersama, seperti terjebak badai di Pulau Kenawa, menumpang kapal karyawan Amanwana Resort, nebeng truk tengah malam dari Pelabuhan Padang Bai ke Sanur, makan durian di pinggir jalan, sendal jepit putus di tengah hutan, dan lain-lain.
5. Pengalaman tak Terlupakan
Pengalaman tidak bisa dibeli, hanya bisa dirasakan. Itulah yang saya dapatkan saat berjalan-jalan dengan Mami. Sebenarnya saya orang yang tidak terlalu kuat, saya mudah gentar di medan perang dan panik. Mami selalu menjadi penolong saya dalam berbagai kesempatan. Entah kenapa sosoknya selalu membuat orang yang kami temui merasa akrab dengannya, lantas akan membantu kami dengan senang hati (jangan-jangan Mami pasang susuk?). Pengalaman-pengalaman seperti ini belum tentu bisa kita dapatkan saat traveling sendiri atau bersama orang lain.
6. Belajar lebih Dewasa
Saat menemukan hambatan dalam perjalanan, kita dituntut untuk berpikir secara dewasa. Kita harus bisa mengambil keputusan dengan baik dan cepat, seperti apakah harus berkemah atau tidak, harus naik kapal feri jam berapa, pakai sendal jepit atau sepatu, poni dibelah ke samping atau tengah, dan lain-lain. Sosok Mami mengajarkan saya untuk lebih dewasa dalam menyikapi berbagai situasi. Mami sering kali mengambil keputusan dari sudut pandang yang terkadang tak pernah terpikir oleh saya, yang menunjukkan kematangan dirinya.
7. Menghilangkan Stres
Traveling, apa pun metodenya, bertujuan melepas stres. Kenikmatan berenang di lautan lepas ataupun trekking di tengah hutan dengan monyet bergelantungan dan burung-burung berkicau, tentunya tak akan kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari. Yah, kecuali kamu kerja di Ragunan. Bersenda gurau dan bercanda dengan Mami benar-benar membuat hati saya senang.
8. Membangun Perspektif Baru
Banyak hal tak terduga bisa kita temukan saat bertualang bersama orang tua. Hal itu dapat memberikan perspektif baru bagi kita. Saat berwisata bersama Mami, saya harus mengajaknya brainstorming bersama-sama dalam membuat keputusan atau melakukan sesuatu. Tentunya hal itu akan sangat berbeda bila saya lakukan sendiri.
9. Koleksi Foto Bersama
Kapan terakhir kali kalian berfoto bersama orang tua? Saat wisuda? Ulang tahun? Lebaran? Traveling adalah saatnya bagi saya untuk mengumpulkan foto sebanyak mungkin bersama Mami. Kalau cuma pergi berdua, bisa selfie atau membawa tripod atau lebih mudahnya, meminta tolong orang lain untuk memotretkan. Berbagai foto ajaib dan kocak pun bisa tercipta di sepanjang perjalanan.
10. Membuat Anggota Keluarga lain Iri
Pasti pengen, kan, membuat anggota keluarga lain iri dengan perjalanan kamu? Kebetulan saya selalu berhasil membuat adik dan abang saya iri. Bahkan, adik saya seperti menentang ide saya untuk mengajak Mami duet ke Pulau Komodo.
11. Melihat Senyumnya
Simpel. Melihat senyum Mami, bagi saya adalah hal nomor satu yang membuat saya selalu ingin mengajaknya traveling. Ya, semua orang bisa tersenyum dalam kehidupan sehari-hari. Tapi, senyum Mami saat asyik berenang atau bersantai di perahu sungguh berbeda dengan senyumnya saat menyambut saya pulang kantor. Hal kecil seperti ini membuat hati saya meleleh dan ingin terus mengajaknya bertualang keliling dunia. Seperti kata-kata Mami yang selalu terngiang, “Selagi Mami masih sehat dan bisa jalan.”
Kira-kira itulah 11 alasan saya tidak ragu-ragu mengajak orang tua saya untuk traveling. Kenapa cuma 11? Karena saya lahir tanggal 11 (okesip!). Untung bukan tanggal 30, bisa-bisa tulisan ini selesai tahun depan. Buat, yang masih ragu untuk mengajak orang tuanya traveling atau mau tanya-tanya atau mau kenalan sama Mami, bisa komentar di bawah.