We walk, we dance, we write. Sangat tepat, tampaknya, menggambarkan perjalanan sebuah toko buku di sudut lantai dua Pasar Santa. POST. Yang diprakarsai oleh Tiga Sekawan. Teddy, Maesy, Stephen. Sebenarnya slogan ini milik The Dusty Sneakers, sebutan duo Teddy dan Maesy untuk blog mereka, yang juga telah menjadi judul buku yang mereka luncurkan setahun silam. Namun, bagi saya, berjalan dan menari dan menulis adalah representasi harmonis untuk semua kegiatan kreatif yang berlangsung di POST selama satu tahun lebih.
Saya, dan juga Tama, turut menyaksikan gairah yang menguar-nguar dari toko buku serba kuning ini. Kami pernah mengikuti kelas menulis yang diadakan di sini, waktu itu menulis narasi yang digawangi Windy Ariestanty. Lalu, untuk urusan menyanyi dan menari, tak persis betul bahwa mereka bikin lomba karaoke atau salsa di ruangan persegi itu. Akan tetapi, sering kali kegiatan kreatif yang berlangsung di sini, yang merupakan program kolaborasi dengan orang dari beragam bidang, mengundang kami untuk bersenandung dan berjoget riang. Maesy pun, beberapa kali, kami lihat berdansa dengan riangnya di POST. Bahkan, ketika tak ada musik sama sekali.
Bicara POST adalah bicara yang senang-senang. Entah berapa banyak akhir pekan kami habiskan di sini, yang terkadang berlanjut dengan malam-malam dengan bergelas-gelas teh dan iringan musik jazz di Rasuna, kediaman mereka. Selama berminggu-minggu itu pula Teddy dan Maesy selalu menawari kami untuk membuat kolaborasi antara saya, si Tukang Ketik, dan Tama si Tukang Foto. Yang akhirnya, puji semesta, dapat terkabul setelah perayaan setahunan POST.
Dua belas September yang lalu saya merayakan setahunan perjalanan bersama Tama, yang mungkin sudah kalian dengar dari sana-sini, di POST. Kisah kami memang berawal dari POST dan rasa-rasanya POST ini menjadi semacam tempat bertuah bagi kami. Walaupun tak perlu juga menyiapkan sesajian untuk tuannya yang terlalu aneh-aneh tingkahnya, si Teddy itu.
Dan kami memutuskan untuk, ehem walaupun agak norak, membuat tema tentang cinta untuk kolaborasi dengan POST. Awalnya Maesy mengutarakan ingin membuat proyek baru yang bernama “Friends of POST”, di mana kawan-kawan seperjalanan POST dapat mengambil alih toko mungil ini selama satu hari untuk menampilkan kurasi buku mereka–ya, untuk setahun ke depan POST ingin lebih fokus dalam dunia perbukuan. Maka, saya dan Tama langsung mengusulkan tema “Cinta yang Aneh”, yang kemudian diubah dengan manisnya oleh Maesy menjadi “A Strange Little Thing Called Love.”
Selama satu bulan kami mengurasi dua belas judul buku yang mewakili dua belas bulan perjalanan kami. Cerita cinta yang serbaaneh, yang tentu saja sering kali mengisahkan kebahagiaan, juga kesedihan dan ratapan, keganjilan dan paksaan, dan kawan-kawannya. Seperti yang sudah saya haturkan dalam cerita sebelumnya, Tama punya ide untuk membuat proyek dampingan, yaitu kurasi foto.
Dua belas foto disusun rapi di dinding POST, beserta dua belas kutipan yang kami ambil dari dua belas buku yang telah dikurasi. Buku-buku itu pun dipajang dengan spesial hari itu. Hari kami menjadi tuan rumah POST dengan menjajakan cerita cinta kami. Cerita-cerita ini juga sudah disebarkan beberapa hari sebelumnya melalui Instagram dan Twitter, dan betapa senang kami melihat orang-orang yang datang untuk merayakan perjalanan kami. Tak hanya itu, sebagai tuan rumah yang bijak (budiman!) kami juga senang dapat mempromosikan buku-buku lainnya, mulai dari buku-buku impor, buku dari penerbit indie, semisal Marjin Kiri, buku bekas, dan lain-lain.
Tepat pukul dua ketika rolling door dinaikkan, seorang pria kurus buru-buru menyikat Submarine dan Kafka on the Shore kesukaan Tama. Marcel namanya, anak baik itu, kata Teddy memang pelanggan setia POST. Kami senang sekali bisa memuaskan dahaganya. Tak lama, pria dengan senyum manisnya mengambil The Unbearable Lightness of Being kesukaan saya, dan kami mengobrol tentang betapa asyiknya menikmati karya-karya Milan Kundera. Ia pun meninggalkan kutipan manisnya di dinding POST, untuk Love Quotes Trivia yang kami adakan.
Kamu aneh, aku suka.
Tentu saja, kami juga suka padanya. Dan ia adalah salah satu orang yang beruntung mendapatkan hadiah dari kami. Begitu pula Epin Salim, yang jauh-jauh datang dari Muara Karang untuk bertanya, “yang mana yang merayakan setahunannya?” Saya mengangguk malu-malu dan ia menyalami saya. Sungguh mengharukan, kami bahkan baru bertatap muka pertama kali. Ia membeli buku Hector and the Search of Love, yang selalu saya gembor-gemborkan dalam segala kesempatan. Ia juga meninggalkan kutipan cinta yang manis.
Kami bertemu orang-orang yang menyenangkan. Walaupun kaki pegal dan mulut tak henti komat-kamit menyampakan cerita dan foto-foto yang menempel di dinding, saya dan Tama merasa emosi kami meluap-luap. Hingga pukul delapan malam, pengunjung datang dan pergi. Ada yang mengagumi poster bikinan Tama yang ditempel di dinding. Ada yang mengagumi kalimat-kalimat yang saya bikin. Terima kasih bagi yang telah membaca esai kuratorial kami, yang menggambarkan kisah dan alasan-alasan kami memilih buku-buku itu.
Selain orang-orang baru, beberapa kawan juga menyempatkan berkunjung, sekadar menyapa dan bercengkerama. Dari Indri dan kakaknya hingga Indah dan kawan satu gengnya. Obrolan ringan seputar buku dan perjalanan menjadi topik penghangat. Buku satu-satu terjual. Walaupun tidak semua datang untuk membeli, kehadiran mereka sangat kami hargai. Di antara alunan lagu-lagu Kings of Convenience yang diputar Tama, rasanya hari itu begitu sempurna.
Friends of POST adalah kolaborasi pertama saya dan Tama–dan kami adalah Friends of Post yang pertama. Suatu kehormatan menjadi bagian dari ruang kreatif yang selalu memicu gairah untuk membaca dan berkarya. Bertemu orang baru, saling menginspirasi, menari, hingga menulis. Sebuah pola yang tak pernah membosankan. Tak sabar rasanya menunggu, kawan POST berikutnya yang akan menuangkan ide gilanya di ruang mungil itu.
Saat menuliskan cerita ini, betapa saya senyum-senyum sendiri mengingat hari menyenangkan itu. Kami senang dapat menjadi tuan rumah POST, kami bangga dapat berkolaborasi dengan kawan seperjalanan kami setahun ini; Teddy, Maesy, Stephen. Dan memang benar adanya, POST adalah tempat yang bisa membuatmu menari bahkan ketika musik belum diputar.
Untuk cinta yang aneh dan para kawan,
Yuki no Tama.
Photos: @tamagraph