Ini akan menjadi kali kedua Tama menginjak Hokkaido, dan pertama bagi saya.
Barisan pohon cemara yang tertutup salju. Langit abu-abu. Salju putih. Entah kenapa saya justru merasa hangat saat melihat momen yang dibingkai Tama dari balik jendela kereta di Hokkaido. Impian mengunjungi negeri salju itu, kemudian, saya simpan diam-diam.
Siapa sangka, tak lama, saat iseng membuka laman penjualan tiket pesawat, ada promo penerbangan ke Jepang. Mata saya tertambat pada Sapporo. Ini rute baru Air Asia. Saya langsung mengirim pesan kepada Tama. Tiga puluh menit berselang, tiket pergi-pulang untuk berdua lunas dibayar. Kami akan berseluncur di Hokkaido!
Impulsif memang, keputusan super kilat. Apalagi, setelah itu saya sadar, Januari adalah puncak musim dingin. Cuaca takkan menentu. Badai salju mungkin sekali terjadi–itu pula yang kami saksikan dari berita di televisi beberapa minggu sebelum keberangkatan. Pun begitu, saya gembira luar biasa, ini benar-benar trip musim dingin pertama saya. Dua kali ke Korea, saya hanya merasakan sedikit salju.
Tama lantas menyusun jadwal perjalanan beserta anggaran. Saya kebagian urusan penginapan dan tur. Berwisata ke Hokkaido pada bulan Januari cukup sulit, banyak transportasi umum yang tutup, pula objek wisata. Kami ingin berkunjung ke ke Taman Nasional Shiretoko di timur Hokkaido, tapi dari stasiun terdekat, perjalanan masih jauh dan tak ada bus umum. Sempat berpikir untuk sewa mobil, tapi Tama tidak terlalu yakin untuk berkendara di jalan bersalju.
Solusinya, setelah bertanya pada teman dari agen wisata Jepang, adalah memesan paket tur dari Indonesia supaya tidak pusing dengan urusan transportasi. Bisa juga memesan paket tur dari hotel di sana, tapi khusus untuk tamu. Rencana ke Shiretoko akhirnya gugur.
Tama sempat mencari informasi ke JNTO (Japan National Tourism Organization) di Sudirman dan hasilnya nihil. Mereka tak tahu apa-apa. Juga bertanya di Facebook, tak ada yang tahu pasti tranportasi yang tersedia selama musim dingin di Hokkaido.
Untungnya, itu tak menghambat #YukinoTamaTrip! Kami terbang ke Hokkaido, dan semuanya berjalan fantastis!
Patuhi Itinerary Sebisa Mungkin!
Kami mendarat di Bandara Shin-Chitose tepat pukul delapan pagi. Begitu melangkah ke garbarata, hawa dingin menyergap. Saya melirik ke jendela dan terpukau dengan salju yang sehalus kapas. Tapi, kami harus selalu ingat waktu. Kalau ketinggalan kereta ke Sapporo, akan makin molor juga ke Asahikawa. Dengan mata masih perih, kami berjalan menuju stasiun bawah tanah, mendatangi tempat penukaran JR Pass. Ternyata, antrean cukup panjang. Begitu beres, kami berlari ke peron dan terjun ke kereta. Yang kemudian langsung meluncur, fiuh!
Untuk trip ini, kami harus memegang teguh itinerary. Sebab, jadwal kereta di Jepang sangat akurat, kami tak ingin ketinggalan kereta dan membuat susunan jadwal jadi berantakan. Apalagi, juga perlu diingat, pada musim dingin langit mulai gelap pada pukul empat sore.
Di Stasiun Sapporo, kami berlari sekuat tenaga lagi karena cuma punya lima menit untuk berganti kereta. Bayangkan, memanggul carrier dan tas punggung di depan, terengah-engah naik-turun eskalator sambil menahan dingin. Sesuai rencana, carrier dititipkan dahulu di loker Stasiun Asahikawa. Sebab, jam menunjuk pukul dua belas dan Asahiyama Zoo yang ingin kami sambangi, tutup setengah empat. Kami tidak ingin ketinggalan Penguin Walk! Melihat Family Mart, tak lupa kami membeli empat onigiri untuk mengganjal perut.
Halte menuju Asahiyama Zoo ada di depan stasiun. Begitu keluar, saya terhuyung-huyung. Sementara, bibir Tama berdarah karena sangat kering. Luar biasa dingin. Rasanya tembus ke lapis demi lapis pakaian dan saya mencium aroma es, seperti membuka freezer. Untunglah Bus Nomor 42 cepat tiba, kami langsung menuju kursi belakang. Empat puluh menit kemudian kami tiba di tujuan.
Meluncur ke Asahiyama Zoo
Asahiyama Zoo dibangun pada tahun 1967. Kebun binatang ini sangat populer di Hokkaido, bahkan sempat mengungguli jumlah pengunjung Ueno Zoo pada tahun 2004. Ia juga disebut-sebut mengalahkan ketenaran ski dan ramen! Kenapa? Karena Asahiyama Zoo memiliki fasilitas yang ramah pengunjung, walaupun terbilang sederhana. Di setiap kandang dibuat glass dome agar pengunjung bisa mengamati hewan lebih dekat. Selain hewan endemis Hokkaido, seperti rusa sika (yang menjadi logo Asahiyama Zoo), burung elang, burung bangau, dan serigala yang kini punah, ada hewan dari seluruh dunia di sini, seperti beruang kutub, kera, harimau, jerapah, dan burung hantu salju.
Tapi, yang paling kami–dan mungkin semua orang–tunggu-tunggu adalah Penguin Walk, yang hanya diadakan pada musim dingin!
Walaupun cukup ramai, suasana di Asahiyama Zoo tetap tenang. Cuaca dingin membuat pengunjung tak bisa berlama-lama berdiam di satu tempat, dan hewan-hewan dikelompokkan dalam tiap museum. Jika mengikuti alur museum pada peta Asahiyama Zoo, pengunjung bisa mengamati hewan dengan teratur.
Saya dan Tama memasuki satu demi satu museum, mulai dari Penguin Museum (pastinya!), Polar Bear Museum, Wolf Museum, hingga Seal Museum. Penguin Museum paling ramai. Saya senyum-senyum sendiri karena baru pertama kali melihat penguin, hewan berbulu tebal yang sangat saya sukai, secara langsung. Gaya berjalan mereka yang patah-patah bikin makin gemas, apalagi tubuh gempalnya. Pengamanan dan peraturan di Asahiyama Zoo sangat ketat, pengunjung yang ingin selfie di depan kandang penguin tak boleh menyentuh pagar. Mungkin supaya penghuninya tak terusik.
Karena ketinggalan Penguin Walk yang pertama, kami harus menunggu yang kedua pukul 14.30. Kami pun berkeliling, menikmati salju tebal yang sangat empuk dan foto-foto dan kedinginan dan kedinginan lagi. Suara saya yang serak sedari Jakarta pun makin parah.
Kami baru keluar dari Seal Museum ketika melihat kerumunan di area Clock Tower. Pertanda Penguin Walk segera dimulai, saya dan Tama berlari kecil–agar tidak terpeleset, dan menyempil di antara turis Tiongkok yang mendominasi. Tama lalu pindah ke barisan berlawanan untuk mendapatkan angle yang berbeda. Saya makin tak sabar ingin melihat penguin melenggak-lenggok seperti model.
The Show: Penguin Walk!
Ketika seekor penguin memimpin barisan, pengunjung pun riuh. Di samping saya bocah Korea sibuk berkata “gwiwoyo.” Ya, penguin ini memang lucu dan menggemaskan. Dan saat seekor penguin terpeleset, saya tak tahan ingin menggendongnya pulang. Penguin Walk ini amat sayang dilewatkan, kita bisa mengamati gerak-gerik penguin yang tak terduga. Betapa tak sepadan tubuh mereka dibandingkan kakinya, betapa mengilatnya bulu mereka, betapa seragamnya gerakan mereka, dan betapa pendek langkah-langkahnya. Pantas saja istilah untuk model berjalan di panggung adalah catwalk, bukan penguinwalk. Penguinwalk ini lebih mirip cara jalan saya.
Karena terpaku menyorot rombongan penguin, tanpa saya sadari seekor penguin hampir menabrak kamera saya. Ah, senangnya bisa sedekat ini dengan penguin yang masih berbulu cokelat itu. Percuma saja petugas memperingati pengunjung agar tidak berdekatan atau menyentuh penguin, justru mereka yang mendekati kita.
Sungguh pengalaman yang mengesankan. Saya pun bangkit mengejar rombongan penguin ke ujung jalan. Ada seekor penguin kecil yang bandel. Berulang kali ia berusaha memisahkan diri dan keluar jalur. Petugas mengarahkannya dengan menyentuh paruhnya. Penguin-penguin ini ternyata kembali melewati jalur yang sama untuk pulang ke kandang. Jadi, kita bisa menunggu di tempat yang sama.
Tidak terasa hampir satu jam saya kegirangan seperti anak kecil yang baru pertama kali melihat anak ayam. Kaki sudah mati rasa, wajar saja mengingat hari ini kami belum istirahat sama sekali dari penerbangan panjang hingga keliling kebun binatang dan menggigil menyaksikan Penguin Walk.
Penguin Walk ini sekaligus menjadi penutup wisata kebun binatang kami. Petugas museum pun terlihat membersihkan salju dan kotoran di sekitar pintu. Siap-siap menyudahi tugas mereka hari itu. Saya mencari toilet demi secercah kehangatan, sekaligus mengecek apakah jempol kaki masih utuh. Sebenarnya saya belum ingin beranjak, masih banyak museum yang tak sempat ditengok.
Salju terdengar nyaring saat dipijak pengunjung yang berbondong-bondong pulang. Saya belum terbiasa dengan bunyi baru ini. Tapi, nadanya terdengar nyaman di telinga. Seperti bunyi lembaran tipis es yang patah. Krek krek krek…
Kami mengikuti rombongan turis Tiongkok menuju halte bus. Sinar matahari terlihat keemasan di antara helai-helai rambut legam. Saat kami kembali duduk di kursi belakang bus, Tama bersandar tidur. Sementara, saya menikmati putaran demi putaran roda yang mengantarkan kami ke ke hotel. Sesekali sinar matahari menembus dari balik rumah-rumah. Perjalanan ini masih panjang.
Transportasi Menuju Asahiyama Zoo
- Bus No. 41, 42, atau 47
Bus berangkat dari Stasiun Asahikawa ke Asahiyama Zoo dengan lama perjalanan sekitar 40 menit dan ongkos 440 yen. Setiap jam ada dua bus yang beroperasi.
- Taksi
Bisa juga naik taksi dari pusat kota atau Stasiun Asahiyama. Sekali jalan ongkosnya sekitar 3.000-4.000 yen.
- Kereta
Stasiun terdekat dari Asahiyama Zoo adalah Stasiun Kitahinode, tapi harus lanjut jalan kaki sekitar 30 menit.
Asahiyama Zoo
Higashi Asahikawa-cho, Kuranuma, Asahikawa, Hokkaido, 078-8205
Telepon: +81-166-36-1104
Laman:Â www.city.asahikawa.hokkaido.jp/asahiyamazoo
Buka: 10.30-15.30 (musim dingin), 09.30-17.15 (musim panas)
Tiket: 820 yen
Photos: me & @tamagraphÂ