Setiap awal tahun baru biasanya kita disibukkan dengan ritual merancang resolusi ataupun wishlist yang ingin dicapai. Lalu, sudahkah Anda merancang impian Anda di tahun 2014 ini? Bicara soal impian, saya ingin membagi kisah impian saya yang tercapai ketika berkunjung ke Jepang.Â
Saya menyukai Negeri Sakura semenjak kecil, ketika pertama kali membaca komik serial cantik dan komik detektif karangan Aoyama Gosho, lalu menonton Doraemon dan Sailor Moon tiap minggu pagi di televisi. Saya terpesona dengan seragam sekolahnya, apalagi kimono yang berwarna-warni.
Pada tahun 2005, film Memoirs of Geisha yang diadaptasi dari novel karangan Arthur Golden dirilis dan mendulang sukses. Film ini mengisahkan kehidupan geisha bernama Sayuri di era Perang Dunia II. Ada salah satu adegan dalam film ini yang sangat berkesan bagi saya. Ketika Chiho (Sayuri kecil) berlarian di jalan setapak yang dibarisi oleh tiang oranye yang memukau.
Ternyata, jalan dengan barisan tiang oranye itu adalah gerbang di sebuah kuil yang sangat populer di Selatan Kyoto: Fushimi Inari Taisha. Tiang yang berjumlah ribuan itu disebut torii dan mengantar kita menuju kuil dan kaki Gunung Inari (233 mdpl). Torii adalah gerbang yang selalu hadir di kuil-kuil Shinto dan menyimbolkan transisi dari yang profan ke yang suci. Â
Fushimi Inari Taisha dibangun pada tahun 711 sebagai persembahan kepada Uka-no-mitama atau Dewa Padi dalam kepercayaan Jepang. Dewa ini juga disimbolkan sebagai Inari (Dewa Rubah). Jadi, jangan heran kalau melihat ada banyak patung rubah yang menggigit kunci di kuil ini. Rubah itu membawa kunci lumbung padi, yang menyimbolkan kesuburan dan kemakmuran. Pada zaman dahulu wilayah Inari memang terkenal sebagai pusat bisnis dan perdagangan.
Kebanyakan pengunjung datang untuk menikmati jalur Senbon Torii (ribuan gerbang torii) menuju kaki Gunung Inari. Namun, Hendon, kuil utamanya, pun tak kalah atraktif dan wajib ditengok. Saat masuk, kita disambut oleh Romon Gate yang didonasikan oleh Toyotomi Hideyoshi pada tahun 1589. Toyotomi Hideyoshi adalah pemimpin Jepang yang terkenal di periode Sengoku.Â
Nah, selain si rubah imut, ada satu hal yang menarik perhatian saya: Papan Doa. Ya, papan doa (wishing board) memang menjadi daya tarik tersendiri saat berkunjung ke kuil-kuil di Jepang. Di sini tersedia papan doa berbentuk torii seharga 500 yen. Tulis doa Anda lalu gantung di tempat yang disediakan. Yah, mudah-mudahan terkabul. Bagi saya, cara ini memberi sugesti positif kepada kita agar berusaha mewujudkan impian kita.
Saat asyik memotret suasana sekitar yang indah, saya melihat ada pengunjung yang sedang berdoa. Pertama-tama mereka melempar koin ke dalam bangunan kuil, lalu menarik kain panjang berwarna merah-putih (bukan bendera Indonesia) yang menjulur dari sebuah lonceng besar yang tergantung di langit-langit. Setelah lonceng berbunyi, mereka menunduk dan berdoa.
Orang Jepang memang sering berdoa ke kuil untuk berbagai hal, paling sering agar lulus ujian dan mendapatkan pekerjaan atau jodoh. Terbukti dari banyaknya jimat di sini yang dijual untuk tujuan tersebut.
Saya lanjut menaiki tangga menuju bangunan kuil berikutnya, disambut gerbang oranye yang agak memudar. Tiba-tiba seorang siswa laki-laki berseragam hitam (persis seperti di film-film) menghampiri saya. Dia minta tolong untuk dipotret bersama teman-temannya di depan gerbang. Dia pasti mengira saya orang Jepang. Saya tertawa saja dan membidik kamera. Hari ini sepertinya ada tur dari sekolah-sekolah.
Di ujung gerbang bertengger dua patung rubah di sisi kanan dan kiri. Inilah jalan setapak yang termahsyur itu: Senbon Torii. Gerbang ini terbagi dua, biasanya orang masuk dari sebelah kiri dan keluar dari kanan. Tiang yang berjumlah ribuan ini sebenarnya donasi dari orang-orang atau perusahaan Jepang. Di tiang-tiang tersebut tertulis nama donatur dan tanggal pemasangan.Â
Di sinilah Chiyo kecil berlarian. Ah, akhirnya impian saya tercapai, bisa menginjakkan kaki di sini. Ingin rasanya saya ikut berlarian. Tapi, sayangnya (selain takut dianggap orang gila) di siang yang dingin ini pengunjung cukup ramai. Semua berebutan berfoto di sini. Butuh waktu lumayan lama hingga saya bisa memotret tanpa background pengunjung lain. Untung pula, saya bertemu dua backpacker asal Surabaya yang berbaik hati memotret saya yang bersolo traveling ini.
Papan doa kepala rubah
Kuil berikutnya sudah di depan mata dan ada pengunjung yang berdoa lagi. Saya pun menghampiri kios yang menjual papan doa, jimat, dan suvenir yang kebanyakan gantungan kunci. Bentuk papan doanya sangat lucu, kepala rubah. Bukan Hello Kitty.
Saya berjalan ke samping kuil dan mengamati papan-papan doa yang tergantung. Ternyata, isinya bukan hanya doa-doa, kebanyakan adalah gambar yang lucu. Orang Jepang memang sangat kreatif. Ada yang bergambar Spiderman, cowok ganteng, sampai adegan komik. Anda sebaiknya membeli papan doa kepala rubah ini, bisa untuk digantung atau dibawa pulang sebagai kenang-kenangan.
Setelah puas menikmati papan-papan unik itu, saya memutuskan beranjak dari kuil yang sangat berkesan ini. Saya berniat mendatangi lokasi berikutnya yang terkenal dengan geisha: Gion.
Oh ya, di kuil ini juga ada area yang menjual jajanan khas Jepang. Saya mencoba Takoyaki lezat, kue panggang isi gurita, seharga 500 yen (isi 4 buah). Ada juga kue-kue berbentuk kepala rubah. Jangan lupa juga membeli yukata cantik (pakaian tradisional sehari-hari Jepang) bermotif Sakura seharga 5.000 yen.
Berburu Geisha di Gion
Gion berada di Jalan Shijo, diapit oleh Yasaka Shrine di sisi timur dan Kamo River di sisi barat. Wilayah Gion dipenuhi oleh machiya, rumah tradisional Jepang yang terbuat dari kayu, yang berfungsi sebagai restoran dan tea house atau ochaya. Di ochaya inilah geiko (dialek Kyoto untuk geisha) dan maiko (geiko yang masih belajar) akan menghibur para tamu dengan keahlian menari, bermain musik, dan membuat teh.Â
Area yang sangat populer dan ramai didatangi turis adalah Jalan Hanami-koji yang berada di Jalan Shijo ke arah Kuil Kenninji. Di sini pengunjung dapat menikmati hidangan makanan ekslusif ala Kyoto (Kaiseki Ryori) sambil dihibur para geiko. Tentunya Anda harus membayar mahal.
Machiya yang serba tertutup
Tips Berwisata di Kyoto:
•Kalau ingin melihat geisha dengan mudah, datanglah saat Gion Matsuri di bulan Juli atau April saat berlangsung Miyako Odori (pertunjukan tari oleh maiko). Di ujung jalan Hanami-koji, ada Gion Corner. Di sini ada pertunjukan maiko setiap hari dengan tiket masuk 3.150 yen (cash only).
•Di sepanjang Jalan Shijo banyak toko makanan lokal (manisan dan kue-kue berbahan green tea, mirip kue moci) dengan kemasan kotak yang cantik. Anda wajib masuk ke sini karena biasanya tersedia tester. Enak, kan, bisa cicip-cicip kue enak sebelum belanja.Â
•Gion bukanlah lokasi prostitusi (red light district) seperti anggapan orang banyak. Di sini geisha menghibur tamu dengan keahlian seni mereka, bukan pelayan seks.
•Kyoto adalah kota tua kecil yang tenang (kecuali di area turis), jadi sewalah sepeda. Biasanya tersedia di hostel. Dengan begitu, Anda bisa mencapai lokasi-lokasi yang tak terduga dan melihat langsung keseharian orang Jepang.
•Kalaupun tidak bisa (atau tidak mau) naik sepeda, bisa beli bus pass seharga 500 yen untuk satu hari (langsung beli di bus). Bus ini menjangkau semua objek wisata di Kyoto dan memiliki banyak pemberhentian, mirip trayek Transjakarta. Bisa juga naik kereta kalau ingin lebih cepat.
*As published in Herworld Indonesia Magazine January 2014 Issues.