Beruntung, pada tanggal 27-29 Mei yang lalu saya berkesempatan menyaksikan salah satu festival budaya bahari yang berlangsung di sebuah pulau kecil di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Pulau itu bernama Sanrobengi. Konon berarti ‘dukun pada malam hari’.
Jangan bayangkan ada unjuk ilmu kebatinan di sini, tidak. Festival Pesona Pulau Sanrobengi yang ketiga ini sangat bernuansa bahari. Berbagai pertunjukan seni khas Makassar ditampilkan, juga perlombaan yang berkaitan dengan laut. Mulai dari lomba perahu hias, balap perahu, hingga tarik tambang di atas perahu.
Namun, ada sebuah ritual yang langsung menarik perhatian saya, bahkan sebelum saya tiba di Pulau Sanrobengi. Pada hari kedua festival, akan diadakan ritual bernama Patorani. Ritual menangkap telur ikan terbang, ungkap Nirwan, kawan dari Universitas Hasanuddin yang menjadi pendamping selama trip.
Saya bingung mendengarnya, menangkap telur dan ikan terbang adalah dua hal yang begitu asing bagi saya. Apakah telur ini ditangkap saat ikan terbang? Atau seperti apa maksudnya?
Ternyata, ikan terbang ini memang ada–bukan sembarang ikan yang terbang, dan telurnya yang diburu para nelayan di Takalar. Saya pun teringat pada ikan terbang yang mengiringi perjalanan saya ke Sawai di Pulau Seram. Malam itu, tiba-tiba ada sesuatu yang menampar pipi kawan saya. Ia panik dalam kegelapan, lalu seekor ikan menggelepar jatuh ke perahu. Saya pun mengarahkan senter ke atas permukaan air, terlihat ikan beterbangan yang berkilauan.
Ikan terbang yang dicari masyarakat Takalar disebut Tuing-Tuing. Nama latinnya Parexocoetus brachypterus. Ciri khas ikan ini adalah sirip dada yang lebar yang  membantu mereka meluncur di atas air. Sebenarnya, ikan ini terbang demi melindungi diri dari kejaran pemangsa.
Lalu, apa gunanya mencari telur ikan terbang? Telur ikan terbang adalah komoditas andalan masyarakat Takalar. Ia diekspor ke Jepang dengan nilai tinggi, kalau tak salah untuk bahan kosmetik dan makanan. Satu kilogram bisa mencapai harga ratusan ribu rupiah.
Nah, Patorani adalah ritual yang dilaksanakan sebelum melepas nelayan ke laut untuk mencari telur ikan terbang. Ini adalah tradisi turun-temurun di Takalar. Patorani berasal dari kata tobarani yang berarti ‘pemberani’. Alkisah, para pemberani dari Kerajaan Galesong bertempur melawan Belanda di daerah Tuban, Jawa Timur, untuk membantu Raden Trunojoyo. Saat berlayar pulang, mereka menemukan ikan terbang. Mereka berusaha menangkapnya untuk dimakan. Saat menghadap sang Raja, mereka menceritakan penemuan itu, lalu menciptakan alat tangkap untuk ikan terbang.
Sejak itu, ritual Patorani diadakan untuk keselamatan para nelayan yang berburu telur ikan terbang. Patorani terdiri dari beberapa tahap berikut.
1. Accini Allo
Ini berarti menentukan hari atau waktu baik. Para tokoh adat dan nelayan bermusyawarah menentukan waktu untuk melaut. Pada prosesi ini, nakhoda (punggawa) bermusyawarah dengan awak perahu (sawi) dengan tuntunan sesepuh adat (pinati).
2. Annisi’
Nelayan membuat alat tangkap yang disebut Pakaja. Pakaja terbuat dari bambu dan daun kelapa. Daun kelapa dipasang sebagai rumbai-rumbai pada bambu agar dapat menjadi tempat menempelnya telur ikan terbang. Nelayan kemudian menarik perahu ke laut (Abbeso’ Biseang) untuk mempersiapkan semua peralatan penangkap ikan terbang selama satu minggu.
3. Apparada
Nelayan mengecat perahu agar terlihat indah dan bersih. Konon, semakin bagus perahu, semakin banyak hasil yang didapatkan. Ritual ini dilanjutkan dengan pengambilan daun kelapa (Angngalle Leko’ Kaluku) yang akan digunakan sebagai pembungkus ikan terbang (Juku’ Tuing-Tuing).
4. Appanai’ Pakkajang
Nelayan menyiapkan perbekalan di perahu dengan bantuan keluarga dan kerabat.
5. Appanaung Rije’ne
Ini adalah ritual inti dalam Patorani. Para sesepuh adat, nelayan, dan kerabat menyanyikan lagu-lagu daerah Makassar lalu melarung sesajian yang berisi pisang, kelapa muda, ayam, dan nasi ketan, lalu mendorong perahu nelayan ke laut.
6. Appassili
Para nelayan dan kerabat berdoa bersama memohon keselamatan.
7. A’lappasa’
Ini adalah pelepasan para nelayan untuk berburu ikan terbang. Keluarga dan kerabat melambaikan tangan dan berdoa agar para nelayan mendapat keselamatan dan keberkahan.
Akan tetapi, pada Festival Pesona Pulau Sanrobengi, ritual Patorani yang diadakan lebih singkat. Terbagi menjadi dua tahap saja. Pertama disebut Appalili atau mengelilingi pulau sambil membawa sesajian dan menyanyikan lagu dan memainkan alat musik tradisional. Ritual ini biasanya dilakukan pada bulan April hingga Mei sebelum nelayan berlayar pada bulan September hingga Oktober.
Kedua adalah Appadongko Patrrappo atau menyerahkan sesajian. Sesepuh adat akan menyebarkan beras dan telur ke laut, yang kemudian diperebutkananak-anak, untuk mengharapakan berkah kepada semua orang. Semua ritual ini dilakukan dengan memohon kepada Allah. Karena itu, pada saat ritual mengelilingi pulau, tak ketinggalan doa-doa terhadap Allah SWT disenandungkan.
Sayangnya, ritual Patorani hanya berhenti hingga di situ. Saya kira nelayan akan mencontohkan cara menangkap telur ikan terbang. Saya pun tak tahu seperti apa bentuk kaviar dari Sulawesi Selatan ini. Namun, menjelang kepulangan, Mas Yoghie, panitia festival, berbaik hati memberikan oleh-oleh telur ikan terbang yang berwarna oranye.
Dan hingga kini, saya bingung harus dibuat apa telur ikan terbang itu?
Referensi: travel.rakyatku.com