Sebuah bangunan berkubah seputih gading terlihat menyilaukan di antara hamparan biru sebiru-birunya langit. Salib kecil di puncak kubah dan dua prajurit berkuda hijau giok bagaikan mewartakan sejarahnya.
La Basilique du Sacré-Cœur de Montmartre atau yang lebih dikenal dengan Sacré-Cœur Basilica atau Sacré-Cœur adalah sebuah gereja Katolik Roma dan basilika minor* yang terdapat di Montmartre, titik tertinggi kedua setelah Menara Eiffel, di Paris.
Dinding gereja ini tidaklah terbuat dari gading, tidak, kalau-kalau kalian hendak demo. Tidak pula terbuat dari pualam. Dinding putih itu terbentuk dari batu travertine yang disebut Château-Landon, yang berasal dari Tambang Souppes-sur-Loing di Seine et Marne di timur Kota Paris. Batu ini sangat spesial karena mengandung kalsit yang akan semakin memutih saat terpapar air hujan ataupun polusi.
Montmartre, the “Mount of Martyrs”
Mount of Martyrs atau Mont des Martyrs. Gunung para Martir. Berada di utara Paris di 18th Arrondissement, nama Montmartre diduga berasal dari peristiwa pemenggalan Saint Denis, seorang uskup (bishop) dan martir pertama di Paris, yang terjadi pada Abad III. Ketika itu Gubernur Romawi yang memimpin Paris (dulu disebut Galia dan termasuk dalam wilayah Kerajaan Romawi) merasa terancam karena pengikut pagan mulai beralih ke agama Kristen, walaupun ada selentingan bahwa sebenarnya itu hanyalah masalah politis semata.
Decius, Kaisar Romawi yang berkuasa saat itu mengeluarkan perintah agar rakyatnya mengorbankan diri demi dewa-dewa. Pemeluk Kristen pun menghadapi cobaan berat, antara teguh dengan keyakinannya atau mengorbankan diri demi berhala—walaupun hasilnya sama saja, mati.
Saint Denis memilih mati demi keyakinannya, dan pada Abad V, Saint Geneviève, santa pelindung kota Paris, membujuk rakyat Paris untuk membuat kapel sebagai penghormatan terhadap perjuangan Saint Denis dan para pemeluk Kristen yang mati syahid pada masa itu.
Selama berabad-abad kemudian, orang-orang pun berdatangan untuk berdoa dan berziarah ke Montmartre. Entah untuk bersyukur setelah memenangkan peperangan ataupun memohon keselamatan saat hendak menempuh medan perang.
Kini Montmartre juga populer sebagai pusat seni, dan merupakan salah satu tempat favorit saya di Paris. Seniman seperti Salvador Dalí, Claude Monet, Pablo Picasso, dan Vincent van Gogh memiliki studio dan pernah menghabiskan waktunya untuk berkarya di sini. Barisan kafetaria kecil nan cantik serta toko pernak-pernik dan kerajinan unik mewarnai sudut-sudut jalan Montmartre yang berundak-undak. Saya pun berkhayal akan kembali lagi dan menikmati kopi dan croissant di teras kafetaria sambil membaca satu-dua buku dan memandangi langit keunguan menjelang senja.
Sacred Heart of Jesus and National Vow
Sejak awal, keberadaan Montmartre memang tak pernah lepas dari agama dan politik. Pada tahun 1870, setelah Prancis dikalahkan oleh Jerman dalam Perang Prusia dan sebagian wilayahnya direbut, Alexandre Legentil dan Hubert Rohault de Fleury, prajurit Prancis yang taat, bersumpah akan membangun sebuah gereja yang dipersembahkan untuk Sacred Heart (Sacré-Cœur), gambaran Yesus yang penuh cinta-kasih, sebagai bentuk penebusan dosa dan pengharapan. Mereka meyakini bahwa kemalangan Prancis disebabkan oleh masalah religius—penurunan moral bangsa mereka semenjak Revolusi Prancis, bukan politik.
Legentil kemudian menyusun National Vow—yang berisi pengakuan dosa dan rencana membangun sebuah gereja demi memohon pengampunan Yesus untuk negerinya yang malang—dan mencetak serta menyebarkannya ke seluruh Prancis hingga Swiss. Pada tahun 1872, sumpah itu disetujui oleh Kardinal Guibert, Uskup Agung Paris, dan kemudian oleh parlemen Prancis. Arsitek Paul Abadie, dibantu enam arsitek lainnya, dipercaya mendesain gereja ini dan tahun 1875 menandai peletakan batu pertama.
Gereja yang bergaya Romawi-Bizantium, dengan tinggi 85 meter dan lebar 35 meter, ini pun selesai dibangun pada tahun 1914 dan siap untuk menjalani prosesi konsekrasi. Sayangnya, Perang Dunia I meletus dan acara itu baru terlaksana pada tahun 1919.
***
Tiga puluh menit memang takkan cukup untuk menjelajahi keseluruhan basilika yang sangat terkenal di Paris ini. Ada begitu banyak hal menarik yang dapat dilakukan. Memandangi sudut-sudut Paris hingga sejauh lima puluh kilometer, menyusuri tamannya yang indah, menjelajahi gang-gang cantik di sekitar Montmartre.
Ah, mengelilingi bangunan Sacré-Cœur saja tak cukup. Bayangkan, di dalamnya terdapat Grand Organ yang termahsyur, altar megah dengan lukisan mosaik Yesus yang menggambarkan kebesarannya, pilar-pilar raksasa dengan patung para bidadari di puncaknya, jendela kaca patri yang berwarna-warni, dan kapel para santa dan santo. Saya juga tak sempat naik ke atas, bagian kubah, untuk melihat Paris dari tiga ratus enam puluh derajat.
Saya pun meninggalkan Montmartre dengan tergesa-gesa, menaiki shuttle bus menuju Halte Anvers Sacré-Cœur di bawah untuk menaiki bus menuju hotel di Rue de Maubeuge. Saya harus mengejar kereta ke Frankfurt!
La Basilique du Sacré-Cœur de Montmartre
35, Rue du Chevalier de la Barre, 75018 Paris, Prancis
Telepon: +0153418900
Laman: www.sacre-coeur-montmartre.com
Buka: 06.00-22.30 (free admission)
*Gelar yang diberikan kepada gereja-gereja Katolik Roma sesuai hukum kanon.