Wanita dan Tawar-Menawar

“The quickest way to know a woman is to go shopping with her.”

-Marcelene Cox

 

Kutipan di atas barangkali ada benarnya. Wanita biasanya akan menunjukkan sifat aslinya saat berbelanja, terlebih bila terpancing oleh sale. Memang, tak semua wanita gemar belanja. Namun, kiranya stereotip itu berlaku bagi wanita secara umum. Tak jarang di pusat perbelanjaan kita menyaksikan wanita-wanita gahar yang berebut baju diskonan, bahkan sampai tarik-menarik. Hal serupa juga dapat terjadi di pasar tradisional, antara ibu-ibu yang berebut daging sapi menjelang Lebaran.

Hal itu jarang terlihat pada kaum pria. Wanita dan pria memang seolah-olah berasal dari planet yang berbeda. Seperti kata John Gray dalam bukunya, Men are from Mars, Women are from Venus, “we are unique individuals with unique experiences.” Jika sedang patah hati atau bersedih, wanita mengatasinya dengan makan atau belanja. Bagaimana dengan pria? Ada kutipan lain yang mengatakan bahwa ketika wanita sibuk dengan ritual emosional tersebut, “men invade another country.” Sungguh terdengar meremehkan mungkin. Namun, konsepsi itu dapat diperkuat keabsahannya karena wanita—sayangnya, sering kali—melakukan ritual belanja bukan karena kebutuhan terhadap sesuatu, melainkan karena “kebutuhan belanja” itu sendiri. Belanja menjadi semacam terapi—untuk medulla oblongata, menurut Theophilus London.

Meskipun demikian, wanita sejak dahulu dianggap pandai mengurus keuangan. Lihat saja, dalam setiap rumah tangga, pasti sang istri yang akan memegang tampuk keuangan, merancang anggaran untuk keberlangsungan kehidupan sehari-hari dan jangka panjang. Karena urusan itulah, wanita biasanya juga lebih peka terhadap harga. Mereka akan berusaha mendapatkan barang bagus dengan harga semurah mungkin. Tawar-menawar pun menjadi ritual yang tak terhindarkan.

Setelah sistem jual-beli ditemukan—didahului oleh penemuan uang dan berakhirnya sistem barter—ritual tawar-menawar pun dijunjung tinggi. Transaksi jual-beli akan terselenggara apabila tercipta kesepakatan harga antara kedua pihak.

 

Tradisi Tawar-Menawar

Hebatnya, perihal tawar-menawar ini tercatat sudah terjadi pada masa Mataram Kuno. Menurut Tuti Surti Nastiti, arkeolog dan epigraf Pusat Arkeologi Nasional, kegiatan tawar-menawar muncul berdampingan dengan aktivitas pasar tradisional. Lebih lanjut, wanita memiliki peran yang sangat penting di pasar. Antonio Galvao, seorang panglima armada Portugis yang menjadi Gubernur Ketujuh Portugis di Maluku (1536-1540), menyatakan bahwa wanitalah yang melakukan tawar-menawar, membuka usaha, membeli dan menjual. Hal itu dikutip oleh sejarawan Anthony Reid dalam Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1540-1680. Di Jawa juga serupa, Thomas Stanford Raffles dalam The History of Java menyatakan, “Hanya perempuan yang pergi ke pasar dan melakukan seluruh urusan jual-beli. Sudah umum diketahui bahwa kaum lelaki Jawa sangat bodoh dalam mengurus uang.”

wanita dan tawar-menawar
Transaksi jual-beli di pasar tradisional

Tidak hanya itu, wanita juga dapat melakukan transaksi perdagangan dalam skala besar. Jeronimus Wonderaer, seorang pedagang Belanda yang berkunjung ke Vietnam pada tahun 1602, melaporkan bahwa para pedagang Belanda dan Inggris melakukan tawar-menawar harga rempah-rempah dengan seorang pedagang wanita terkemuka dari Kota Kehue. Pada masa kini, siapa yang tak kenal Merry Riana dan Ligwina Hananto. Mereka adalah sosok yang mewakili prestasi kaum wanita. Pandai mengelola keuangan.

 

Sistem Tawar-Menawar  Online

Akan tetapi, seiring perkembangan zaman, sistem jual-beli pun sudah lama meninggalkan akar sejarahnya. Tawar-menawar dianggap sebagai hal yang kuno, jadul. Kerjaan ibu-ibu di pasar inpres. Kita lebih memilih berbelanja di mal-mal ketimbang pasar becek. Kita berebut membeli kenyamanan ketimbang pengalaman.

Kenyamanan—beserta berbagai kemudahan lainnya—pun menjadi salah satu “komoditas” para pelaku pasar di dunia digital. Didukung oleh akses Internet yang semakin meluas dan terjangkau, kenyamanan dan kemudahan itu akan ditemukan melalui belanja online. Kesenangan belanja dapat diraih hanya dengan seujung jari.

Mendukung hal itu, produk yang ditawarkan oleh pasar online semakin beragam, mulai dari fashion, food, entertainment, hingga traveling. Ya, berbagai jasa traveling kini dapat ditemukan di Internet. Pembelian tiket kereta api, pesawat, hingga sewa mobil. Pemesanan kamar hotel semakin praktis dan cepat. Beragam paket wisata di tanah air dan mancanegara menjamur. Persaingan harga jelas tak terelakkan. Pembeli semakin cerdas menyiasati perbedaan harga. Ternyata, harga memang tetap menjadi pertimbangan utama para pembeli. Namun apa daya, sering kali pembeli hanya sebatas berhak untuk memilih–kita harus pintar-pintar memilih. Kita tak punya daya tawar.

Celah itu tampaknya dimanfaatkan oleh Travelio, sebuah situs pemesanan hotel online yang baru-baru ini merayakan peluncurannya di Jakarta. Dinaungi oleh PT Horizon Internusa Persada, Travelio hadir untuk memenuhi rasa haus terhadap harga yang lebih reasonable karena kita mendapat kebebasan absolut untuk menawar harga. Sesuai dengan slogan andalannya, “Your Trip Your Price.” Kaum wanita pun, terutama saya, bertepuk tangan riuh menyambut kembalinya hakikat jual-beli. Tawar-menawar.

Henry Rusli saat menjelaskan tentang Travelio
Hendry Rusli menjelaskan tentang Travelio

Tantangan dari Travelio

Travelio memberi kebebasan kepada calon pembeli untuk menentukan harga secara fleksibel. Tentunya, perlu pula memperhatikan variabel terkait saat ingin memesan kamar sebuah hotel, misalnya kelas hotel, lokasi, dan tanggal menginap. Kita pasti berpeluang besar mendapat harga murah jika memesan kamar tidak pada masa-masa liburan, sebagai contoh. Saat ini Travelio memang hanya berfokus pada pemesanan hotel, seperti yang diungkapkan oleh Hendry Rusli, Managing Director Travelio.

Cara Kerja si Lio
Cara Kerja Lio, singa maskot Travelio #YourTripYourPrice

Selain keunikan—harga boleh ditawar—nya, Travelio juga unggul dengan kemudahan cara kerjanya. Untuk melakukan pemesanan, meluncurlah ke situs www.travelio.com, lalu masukkan lokasi tujuan, tanggal menginap, dan bintang hotel yang diincar. Setelah menemukan hotel yang dinginkan, klik dan masukkan harga penawaran. Kemudian, muncul kolom penawaran disertai parameter warna bergradasi yang menunjukkan peluang keberhasilan menawar. Pada tahap ini, saya menggosok-gosok tangan dengan gemas sambil menunggu hasil penawaran saya.

Jika harga penawaran kita disetujui oleh hotel tersebut, transaksi pembelian pun berhasil. Harga yang dibayarkan sudah meliputi segala biaya servis dan pajak. Pembayaran dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu kartu kredit, Internet Banking, dan Setoran Tunai/ATM. Beragam fitur unggulan itu diharapkan dapat mendukung Travelio menjadi online hotel reservation system terbaik di Indonesia dan Asia, ungkap Christina Suriadjaja, Strategic Marketing Director Travelio, pada peluncuran eksklusifnya 31 Januari 2015 lalu.

Tawar-menawar tak ubah sebuah permainan menantang bagi saya. Ketika terjadi kesepakatan jual-beli sesuai yang kita inginkan, rasanya seperti memenangkan sebuah lotere. Semacam euforia para pria ketika tim bola favorit mereka memenangkan pertandingan klasemen.

Kini, wanita pun memiliki berbagai pilihan untuk bereksperimen dengan metode tawar-menawar yang tersedia. Kita bisa saja tetap berbelanja sayur mayur di pasar basah. Kita bisa memborong baju diskon di mal. Kita juga bisa memesan kamar hotel di Lombok sambil tidur-tiduran. Seperti traveling yang menawarkan pengalaman, tawar-menawar juga memberikan hal serupa.

 

P.S. Untuk informasi tahapan pemesanan secara lebih lengkap, silakan klik di sini.

 

Referensi: Akar Sejarah Tawar-Menawar oleh Yudi Anugrah Nugroho, Majalah Historia.

Photos: @tamagraph & @arievrahman