Mungkin belum banyak yang kenal dengan Pulau Kenawa yang terletak di bagian barat Pulau Sumbawa. Mungkin juga ini pertama kalinya kalian dengar nama Pulau Kenawa. Tak heran, Pulau Sumbawa memang belum sepopuler Pulau Flores di Nusa Tenggara Timur. Bahkan, Sumbawa masih kalah populer dengan Lombok yang bernaung di provinsi yang sama, Nusa Tenggara Barat. Terbukti, ketika saya berkeliling ke sana, jarang sekali saya menemukan sesama traveler atau backpacker, paling hanya rombongan pendaki Gunung Tambora yang biasanya juga mampir ke pulau-pulau atau pantai di Sumbawa.
Padahal, sesungguhnya masih sangat banyak potensi alam dan wisata nan cantik yang bisa dinikmati di pulau yang berslogan Sabalong Samalewa ini. Nah, trip saya ke Sumbawa pun sebenarnya rencana dadakan. Awalnya saya merencanakan trip darat keliling Flores dan mampir ke Pulau Komodo dan Pulau Moyo di Sumbawa. Tapi, karena alasan ekonomi–seperti yang dipermasalahkan pasangan yang ingin segera menikah–dan waktu yang kurang luang, saya memutuskan mengubah itinerary menjelang hari cuti yang telah didapatkan dari kantor.
Rencana awal untuk bersolo traveling juga saya urungkan. Saya memutuskan mengajak ibu saya karena dia juga sangat menyukai laut dan pandai berenang–yang nantinya akan menjadi penyelamat anaknya yang tak bisa berenang.
Trip Sumbawa ini pun menandai Trip Duet Maut kami yang kesekian, setelah sebelumnya sukses di Pulau Samosir. Kali ini kami juga ber-backpacking ria. Lebih tepatnya saya membawa carrier 25 l dan ibu saya daypack 18 l, plus gembolan-gembolan lainnya. Tadinya saya ingin menyuruhnya bawa carrier juga, tapi saya takut jadi anak durhaka. Yah, ibu saya memang perkasa. Dia tetap fit selama 9 hari petualangan backpacking-lintas-pulau kami! Hidup Mami Rita!
Trip dimulai pada hari Minggu, 25 Mei 2014, yang lalu. Kami berangkat naik Singa Udara dengan penerbangan jam lima pagi menuju Bandara Internasional Lombok di Praya, Lombok Tengah. Tepat pukul delapan waktu setempat kami mendarat dengan pantat semulus bayi di pekarangan rumah Ustaz Guntur Bumi (?). Ini pertama kalinya saya menginjak Bandara Lombok dan saya terkejut. Kecil sekali, rasanya lebih besar rumah si Pak Ustaz itu. Karena penerbangan ke Lombok memang tidak ramai, bandara mungil itu tetap terasa nyaman.
Feri yang kami tumpangi angkat jemuran sauh tepat pukul 12.30 WITA. Suasana di dalam feri lumayan bersih, begitu pula toiletnya. Ada banyak pedagang juga yang memang agak sedikit memaksa, tapi kalau tidak mau beli tolak saja dengan halus. Jangan ditangisi, apalagi disantet!