Sepulang dari Korea, entah kenapa selera makan kian meningkat. Terutama terhadap masakan Korea. Rasanya pengin makan Sundubu terus, pengin makan Bibimbap terus, pengin makan Jajangmyeon terus. Mungkin karena cuaca dingin bikin perut terasa kosong melulu, isinya dibakar habis-habisan. Mungkin juga saya belum puas menjajal semua makanan dan jajanan khas Korea. Sebab, misi khusus saya dan ibu saya adalah berburu makanan halal di Korea–yang mana tak sulit-sulit amat apabila rela dompet jebol.
Ya, dibanding tahun 2011 silam, mencari makanan halal di ibu kota Korea Selatan, Seoul, amatlah mudah. Karena tren pariwisata halal beberapa tahun belakangan, negara seperti Korea dan Jepang mengembangkan promosi wisata kuliner halal dengan memperbanyak jumlah restoran halal di kota-kota besarnya. Jadi, pejalan tak harus selalu mangkal di Itaewon, daerah eskpatriat di Seoul yang didominasi orang India dan Turki, saja untuk mencari makanan halal.
Restoran halal di Seoul kini menyebar ke berbagai sudut dan mudah dicari di Google. Yang tak mudah adalah merogoh isi dompet karena kebanyakan makanan halal di Korea harganya lumayan mahal, jelas lebih mahal daripada makanan sejenis yang tak berlabel halal. Begitulah, keimanan kita diuji saat berada di Korea.
Karena itu pula, perburuan terhadap makanan halal di Korea memberi hasil yang belum maksimal karena saya masih berusaha menghemat anggaran konsumsi. Beberapa tempat yang dikunjungi jelas memasang label halal, beberapa saya anggap halal karena asas percaya dan sudah bertanya ke kokinya. Langsung saja, berikut hasil misi menantang selama seminggu di Seoul.
[Baca juga: Ritual Gembok Cinta di Namsan Tower]
1. Jajangmyeon di Makan Restaurant
Restoran mungil ini berada di Itaewon. Ya, terkenal sebagai pusat kuliner muslim, Itaewon wajib dikunjungi jika ingin menikmati kebab, gado-gado, nasi goreng, dan beragam makanan halal lainnya. Banyak restoran yang menjual kuliner khas India, Arab, dan juga Indonesia. Jangan heran apabila melihat tulisan gado-gado seharga 10.000 won terpampang di muka restoran.
Untuk apa jauh-jauh ke Korea kalau makan gado-gado seharga seratus dua puluh ribu rupiah?
Berhubung masih waras, saya ingin memuaskan kerinduan terhadap Jajangmyeon, mi kecap yang suka bikin ngiler dan belepotan ke pipi di drama-drama Korea. Saat belanja suvenir di Insa-dong, saya menemukan warung Jajangmyeon dan saat bertanya pada kokinya, ternyata mengandung dwaeji. Padahal harganya murah sekali, cuma 3.500 won.
Karena itulah saya senang sekali saat menemukan Makan Restaurant (kenapa bukan Rumah Makan?) tanpa sengaja–setelah kabur dari restoran India yang menyajikan makanan Korea namun ruangannya malah didominasi aroma kari.
Koki di Makan Restaurant adalah seorang pria tua asli Korea, harusnya makanannya . Resto ini kecil saja, dengan empat meja dan dekorasi simpel dan suasana yang bersih dan nyaman. Menu yang dijual hanya dua macam, Jajangmyeon dan Ayam Goreng ala KFC yang lagi hits di Korea. Saya memesan Sogogi Jajangmyeon (daging sapi) dan Haemul Jajangmyeon (seafood) Masing-masing 8.000 dan 10.000 won.
Keduanya sangat enak, sayangnya porsinya kecil (ini masalah yang selalu saya temukan pada menu halal). Padahal porsi makanan Korea biasanya jumbo. Untuk yang daging sapi, rasanya Korea sekali, favorit saya; sementara yang seafood agak mirip hidangan pasta dengan taburan kerang, cumi, dan udang yang nikmat. Saya pasti kembali ke sini kalau balik Korea.
Makan Restaurant – 52 Usadan-ro 10-gil, Hannam-dong, Yongsan-gu, Seoul. Buka: 10.30-22.00.
2. Bibimbab dan Japchae di Busan Jib Restaurant
Siapa sangka di sebuah gang sempit di pusat perbelanjaan Myeong-dong, ada sebuah restoran halal yang sudah terkenal seantero Google. Busan Jib namanya. Rumah Busan artinya. Mungkin pemiliknya berasal dari kota tepi pantai di Korea itu.
Saya mampir ke sini untuk siang terakhir di Korea, penutup #YukinoMamiTrip yang penuh cerita. Menu yang dipesan hanya dua, Japchae kesukaan ibu saya dan Bibimbab kesukaan saya. Masing-masing 20.000 dan 8.000 won. Saya berulang kali menghela napas melihat daftar harga di menu, tapi asyiknya semua masakan khas Korea tersedia di sini. Tinggal tunjuk saja.
Porsi Japchae bisa disantap untuk dua orang dan rasanya enak sekali. Bibimbab juga enak walaupun porsinya amat kecil dan telurnya malah dimasak matang. Padahal ciri khas Bibimbab adalah telur mentah yang diaduk ke nasi saat panas. Asyiknya makan di restoran seperti ini adalah bonus acar dan menu sampingan, seperti Kimchi, Rumput laut, dan sebagainya.
Sebenarnya keduanya berbahan sayur-sayuran, jadi mungkin disantap di restoran tak berhalal pun aman saja dan bakal dapat porsi lebih besar. Bertanya saja pada pegawai restoran untuk meyakinkan tidak mengandung babi.
Saya juga ingin balik lagi ke sini untuk mencicipi hidangan Korea yang berkuah, serunya untuk makan malam penutup trip lagi.
Busan Jib Restaurant – 11-4 Myeongdong 8-gil, Myeong-dong, Jung-gu, Seoul. Buka: 10.00-22.00.
3. Odeng dan Spicy Ramyeon di Seokgwandong Topokki
Restoran waralaba ini berada di Hongdae, di depan tempat para pemuda-pemudi Korea biasa unjuk bakat menari dan menyanyi. Malam minggu di sini sangat menyenangkan, ramai dan banyak restoran (terlihat) enak yang menyajikan menu yang lagi tren, misalnya Chimaek. Chicken and Maekju. Ayam Goreng Tepung dan Bir.
Saya memilih mampir ke restoran yang menu utamanya Toepokki, tapi malah memesan Odeng dan Spicy Ramyeon. Odeng adalah jajanan semacam otak-otak (fish cake) yang disajikan dengan tusukan dan kuah kaldu bertabur rumput laut. Tadinya saya mengira jajanan favorit musim dingin ini adalah usus babi.
Sebelum memesan saya menanyakan dulu tentang bahan Odeng dan Ramyeon yang saya pesan, kokinya menjawab tidak memakai babi. Yes. Masing-masing 3.000 dan 4.500 won.
Menu Odeng berisi tiga tusuk, lumayan besar dan enak. Spicy Ramyeon juga enak, pedasnya pas dengan banyak sayur kol dan taburan cumi dan kerang. Seperti restoran Korea pada umumnya, di sini tersedia acar gratisan sepuasnya, yaitu acar lobak kuning (Danmuji) dan merah. Pokoknya memuaskan dan bikin pengin balik lagi!
Seokgwandong Topokki – 127-1, Eoulmadang-ro, Mapo-gu, Seoul. Buka: 10.00-22.00.
4. Bibim Guksu di Bukchon Sonmandu
Kami menemukan restoran ini tanpa sengaja, setelah bingung-bingung ingin makan apa di Insa-dong. Dan ibu saya tidak terlalu suka masakan Korea yang berkuah, jadi agak sulit memilih untuknya. Akhirnya mampir ke sini karena tergoda tulisan “The Best Mandu in Korea” dan memang penuh pengunjung. Mandu adalah sejenis pangsit. Sebagai penyuka pangsit, tentu saya ngiler.
Namun, apa mau dikata, saat memesan Mandu Udang, pegawainya mengatakan bahwa semua mengandung babi. Saya rasa mungkin memakai minyaknya. Pegawai di sini ramah sekali (dan ganteng), tahu tentang Indonesia dan merekomendasikan makanan yang aman. Jadilah pesanan jatuh pada Bukchon Bibim Guksu. Harganya 5.500 won saja.
Bibim Guksu adalah semacam bihun (namun lebih kenyal) manis-pedas dengan rasa asam yang mencolok. Karena disajikan dingin (mirip Mul Naengmyon), rasa asamnya yang kuat bikin hidangan ini terasa enak dan menyegarkan. Apalagi taburan wijen parutnya bikin gurih. Ini pertama kali saya mencobanya dan langsung jadi menu favorit.
Bukchon Sonmandu – 42-5, Insadong-gil, Jongno-gu, Seoul. Buka: 11.00-20.00.
5. Kimbab dan Ramyeon di Pasar Dongdaemun
Belum ke Korea namanya kalau belum menjajal makan di warung pinggir jalan. Biasanya, pada musim dingin warung-warung ini akan ditutupi terpal transparan supaya tetap hangat. Karena penasaran, saya mencoba mampir saat berada di Pasar Dongdaemun. Ya, sebenarnya warung semacam ini bisa ditemukan di mana saja.
Berhubung warung sederhana, menu yang tersedia pun simpel-simpel saja. Utamanya Ramyeon, Kimbab, dan berbagai gorengan. Tentu saya tak lupa menanyakan tentang keamanan menu yang dipesan. Si Ajumma pun langsung menyalakan kompor untuk memasak Ramyeon, harganya 3.500 won saja, lalu menyiapkan talenan dan bahan-bahan sayuran untuk Kimbab. Harga Kimbab juga 3.000 won, murah meriah.
Menyantap makanan panas sambil berbincang dengan tamu lain terasa menyenangkan. Jadi kawan si penjual, seorang Ajumma lain sedang bercerita tentang kakak laki-lakinya yang baru saja tampil dalam pertunjukan opera. Dengan bangga ia menunjukkan videonya pada saya. Memang, menguasai bahasa Korea membuat trip ini terasa lebih nyaman, lebih mudah berinteraksi dengan orang-orang yang ditemui. Dan orang-orang sangat senang apabila disapa dengan bahasa Korea, walaupun terkadang ada yang tidak dimengerti, mereka akan memuji sambil tersenyum.
6. Danpatjuk di Dodo Tea House
Sudah lama saya ingin mencoba hidangan bubur kacang merah dan ketan yang dihaluskan ini. Apalagi saat melihatnya dalam drama That Winter, The Wind Blows saat Jo In Sung ingin menyuapi Song Hye Kyo dengan bubur ini. Danpatjuk memang camilan yang dinantikan di musim dingin, ia dihidangkan panas-panas dengan potongan kacang di atasnya.
Danpatjuk bisa ditemukan di warung pinggir jalan, juga di Tea House yang berjajar di Insa-dong. Ada juga sebuah restoran tua yang paling terkenal menjual hidangan ini, saya lupa namanya dan tak sempat mampir. Karena sibuk jalan-jalan, saya dan ibu saya mencoba Danpatjuk di daerah Insa-dong.
[Baca juga: Tentang Gadis Bodoh di Insa-dong Seoul]
Karena kafenya keren dan nyaman, harga di sini lumayan mahal. Hampir tiga kali lipat harga di pasar. Semangkuk Danpatjuk harganya 9.000 won. Namun, saat menyendok bubur merah tua, rasanya hangat dan lumer di lidah. Manisnya juga tidak berlebihan. Ah, enak sekali. Ibu saya kemudian pamer akan membuatnya sendiri di rumah saat pulang. Kita tunggu saja.
Harusnya kami juga mencoba Matcha, menu utama di Tea House, tapi karena sudah kenyang dan kemalaman, kami memutuskan pulang. Dan karena itulah saya berencana kembali ke Korea lagi, rasanya masih berutang karena belum mencoba kue dan minuman Matcha-nya. Duh, pasti enak banget.
Dodo Tea House – 37 Insadong-gil, Jongno-gu, Seoul.
Untuk yang penasaran kenapa tidak ada foto minuman sama sekali di atas, jawabannya mudah. Kami selalu minum air putih karena tersedia gratis di semua restoran di Korea. Amat menghemat dibanding harga minuman di Jakarta yang hampir menyaingi makanan. Selain makanan di atas, saya juga menyantap onigiri di Sevel, burger di Mc. Donalds, nasi kotak di GS25 (lengkap banget di toko ini), berbagai roti di stasiun, ubi rebus, semur kentang pemberian teman sehostel dari Kirgizstan, Indomie goreng, dan lain-lain yang kepanjangan kalau dimasukkan semua.
Kalau kalian punya mengalaman seru berburu makanan halal di Korea atau punya rekomendasi lainnya, boleh banget berbagi di bawah.
Aduh laper. Tadi ada banyak pertanyaan, tapi kayaknya lebih banyak lapernya jadi lupa. Huhuhuh
hahaha, makanya ini samapai sekarang aku masih ngidam pengin masakan Korea terus, kamu mau nanya apa kak sampai lupa? 😛
No 3 sama 5, bikin ngiler kuahnya :3
hahaha, pokoknya sukanya mie ramyeon gitu, ya. aku juga suka banget, pedes panas menggiurkan. 🙂
Wow kwerenn mba .. seneng bacanya…
halo Ryzzna, makasih udah mampir ke sini. semoga menginspirasi buat ke Korea, ya. 🙂
Wah thanks info nya Yuki.. Besok kalo ke sana harus datangin salah satu tempat yg di share di atas nih
iyaaaa, Kang Dedot. wajib dicobalah salah satunya, apalagi yang nomor 1 dan 2. 🙂
Dodo Tea House lucu banget interiornya, tapi mahal banget yaa. Btw, ga nyobain Eid Restaurant di Itaewon, Kak?
iyaaaa, harga kafe-kafe di Insa-dong ini overprice memang. jadi datang 1 kali aja, hahaha.
habis itu balik hunting ke pasar aja. 🙂
Makasih Yuki rekomendasi resto halal di Korea…mie kecapnya mengiurkan 😀
halo Ika, iyaaa ini nulisnya juga sambil ngiler lagi, haha.
memang, mie kecap itu favoritku banget. enyaaaakkk! 🙂
Kenapaaa porsi halal lebih kecil daripada porsi normal, kenapaaaa? Hahaha.
Eh btw aku belom pernah nyoba jajangmyeon loh! Penasaran abiiis, soalnya byk yg suka siiih!
why oh why, huhuhu, padahal mayoritas makanan halal lebih mahal, eh porsi malah lebih kecil. 🙁
harus coba, ada kok di beberapa resto Korea, rasanya gurih-gurih gitu bumbu kecap berpadu daging, khas banget deh…
Yukiiii, aku jd pengen balik ke korea :D. Anehnya yaaaa, pas di jkt, aku tub g suka korean food, krn rasanya kayak kurang pas, hambar. Padahl udh banyak resto korea yg aku coba. Di daerah wolter monginsidi kan berbaris resto korea kepunyaan ekspat sana.
Makanya pas ke korea thn lalu, aku ga berharap banyak sih. Tapi ternyataaaa, ya ampuuuuun semua makanannya enak2, street foodnya apalagi, dan semua makanan yg ditulis pedes, beneran pedes terasa :D. Aku happy… Agak mengcewakan malah resto korea halal Muree yg ada di itaewon itu. Mungkin krn kokinya bukan asli korea, jd makanannya juga ga senendang yg korea asli. Enak, tp kyk nanggung :p.
Paling suka pas mau ke nami, di salah satu stasiun kita ketemu penjual sandwich sayur dan odeng pedes. Ya allah,….. Itu odeng nya enaaaak bgttt. Beneran merah pedes kuahnya hahahaha.. Trs sandwichnya juga. Padahal cm isi sayur.. Yg biasanya pasti aku lepeh :p.
Okelaaah, kyknya ke korea hrs dimasukin lg suatu hari nanti, khusus hanya utk kulineran 😀
iyes, aku setuju kalau makanan Korea di sini kurang nendang rasanya, mungkin karena bahan-bahan bakunya gak selengkap di Korea atau rasanya sudah disesuaikan sedikit dengan lidah orang Indonesia.
tadinya aku masuk Muree, terus nyokap protes karena kok makan Korea di tempat India kari-kari begini, akhirnya keluar deh.
kalau untuk jajanan pinggir jalan memang dabes di Korea, mendingan di pinggiran emang, murah sedap hahaha…
Enaknya gue yang bisa makan apa aja, hahaha. Berarti yang paling murah yang dimasak ahjumma di pinggir jalan itu ya 😀
iyeeesss, biar berasa kayak orang lokal banget makannya pinggir jalan.
lagiaaan emang di Korea tuh asyiknya makan pinggir jalan, beragam dan murah meriah.
semoga bisa menyusul ke Korea juga, ya. 🙂
Mbak foto-fotonya pake kamera apa? bagus banget *maaf ott hehehe
halo Yossi,
saya pakai Fujifilm X-T20. 🙂
Thank’s mba untuk info nya ini sangat membatu banget buat aku dan teman2ku yg akan berkunjung ke sana.
halo titin,
sama-samaaa, semoga bermanfaat, ya, infonya.
happy travelling! 🙂
Itu warung kimbapnya ada di dongdaemun sebelah mananya yaa, kok enak banget dibikininnya pas pesen
ada banyak, kok, di sepanjang jalan dekat pasar-pasar yang belakang.
hehe biar berasa orang lokal sengaja makan di warung tenda begitu. 🙂