Kepopuleran negeri tetangga ini mungkin tak perlu diragukan lagi, baik dari topik tentang tenaga kerja wanita maupun kemajuan teknologi medisnya. Namun, keduanya tidak akan dibahas karena kunjungan saya ke Malaysia beberapa waktu lalu untuk pelesiran. Bukan berobat, bukan pula mencari nafkah.
Ah, setelah belasan kali mendarat di Kuala Lumpur, ini kali pertama saya benar-benar menginjakkan kaki di Kota Kuala Lumpur. Tidak hanya numpang lewat dan belanja cokelat di toko bebas bea.
Kemudian, apa sajakah yang saya lakukan selama tiga hari empat malam di Malaysia? Banyak. Tak disangka Malaysia dapat merangsang kelima indra saya. Mulai dari wisata sejarah, budaya, kuliner, hingga belanja. Wah, apa lagi yang mesti dikulik dari Malaysia?
Untuk detailnya, berikut ini sorotan pelesiran saya ke Malaysia.
Wisata Sejarah di Melaka
Bicara Melaka adalah bicara sejarah. Yang bakal panjang riwayatnya, mulai dari masuknya Portugal pertama kali dalam rangka misi perburuan rempah-rempah, yang kemudian berakhir di Maluku. Jejak-jejak kedatangan Portugal jelas terlihat di kota yang pada 1984 ini berstatus kota kembar dengan Lisbon.
Mulai dari bangunan pemerintahan, gereja, hingga benteng didirikan. Beberapa bangunan sempat dihancurkan Belanda kemudian hari, tetapi kemegahannya masih dapat disaksikan sebagian berkat pencegahan dari bangsa Inggris yang juga bercokol di Melaka.
Ada beberapa atraksi menarik di Melaka–kalau Sungai Melaka tak perlu disebut lagi, tetapi yang sempat disambangi adalah Stadthuys atau Lapangan Merah, Benteng A Famosa, Kuil Cheng Hoon Teng, dan The Shore Sky Tower.
Stadthuys atau Lapangan Merah adalah area utama di Melaka yang dipenuhi bangunan-bangunan merah peninggalan Belanda dari tahun 1650. Area ini tak pernah sepi pengunjung, di tengahnya terdapat monumen jam merah, sekilas mengingatkan pada Jam Gadang di Bukittinggi. Bangunan yang dulunya kantor pemerintahan kini beralih fungsi sebagai museum dan galeri seni. Christ Church Melaka yang awalnya bernama Bovenkerk masih berfungsi sebagai gereja anglikan tertua di Malaysia.
Benteng A Famosa adalah salah satu peninggalan tertua bangsa Eropa yang ada di Asia. A Famosa, yang berarti ‘terkenal’ merupakan nama Kota Melaka kala itu. Benteng ini sebagian strukturnya hancur, menyisakan sebuah pintu gerbang (dari total empat) yang disebut Porta de Santiago. Gerbang Santiago menandai masuknya bangsa Portugis ke Melaka yaang dipimpin oleh Alfonso de Albuquerque pada 1511.
Melewati Porta de Santiago, kita diajak menyusuri tangga menuju bangunan megah tanpa atap. Ialah Gereja Santo Paolus yang hanya tinggal dinding persegi menjulang. Gereja ini berada di atas bukit dengan pemandangan ke arah pelabuhan Melaka yang termahsyur pada zamannya. Di dalam gereja tertua di Asia Tenggara ini masih terdapat nisan-nisan besar berukir nama-nama tokoh besar, yang diambil dari pemakaman kecil di sisi dan belakang gereja.
Gereja ini dibangun oleh Duarte Coelho, bangsawan Portugis, pada 1521 setelah selamat dari pelayaran penuh badai di Laut China Selatan, sebagia bentuk syukur kepada Bunda Maria. Udara sejuk membuat saya dan kawan-kawan betah di sini, juga pemandangan yang asri.
Patung Fransiskus Xaverius, misionaris Yesuit yang mengembangkan gereja menjadi kolese pertama di Semenanjung Melaka pada 1548, bertengger di depan gereja. Di dalam gereja juga masih terdapat makam terbuka yang dahulu pernah ditempati Xaverius sebelum dipindahkan ke persemayaman terakhirnya.
Kuil Cheng Hoon Teng merupakan kuil tertua yang masih beroperasi di Malaysia, yang mengajarkan tiga aliran, yaitu Tao, Konghucu, dan Buddha. Lokasinya berada di Jalan Tokong, dan di sekitarnya banyak pula tempat menarik, seperti kuil hindu, juga rumah-rumah bergrafiti. Uniknya lagi, nama-nama jalan di sekitar serupa dengan daerah Kebayoran Baru, yaitu Jalang Hang Lekir, Hang Lekiu, dan sebagainya.
Ia tidak termasuk bangunan bersejarah, tetapi The Shore Sky Tower patut dikunjungi karena merupakan salah satu titik tertinggi untuk menikmati panorama Melaka. Menara observasi ini jadi idaman anak muda karena cocok untuk menyaksikan matahari terbenam di lautan sana, agak-agak romantislah.
Sementara itu, saya dan kawan-kawan sibuk memotret keindahan Melaka dan mengira-ngira di mana lokasi hotel kami malam itu karena embel-embel nama “riverview.” Yang ternyata salah, hotel kami tidak berada di tepi Sungai Melaka, melainkan di belakang.
Karena cuma semalam di Melaka, kami hanya sempat mencoba kuliner lokal bernama Asam Pedas. Ikan laut yang disajikan dengan bumbu gulai khas Melayu, wajib dicoba apabila berkunjung ke Melaka.
Wisata Belanja di Genting Highlands dan Bukit Bintang
Setelah bermalam di Melaka yang damai dan indah, kami melanjutkan perjalanan ke Genting Highlands untuk menjajal pengalaman belanja di Genting Highlands Premium Outlet. Ini kali ketiga saya ke Genting, dan kali pertama mampir ke pusat belanja barang bermerek premium ini.
Outlet ini berada di area Awana Station, bisa dijangkau dengan menaiki gondola atau kereta gantung dari Mal SkyAvenue dan rutenya amat mudah, tinggal berjalan kaki lima menit dari stasiun. Lalu, produk fesyen apa sajakah yang ada di sini? Banyak, silakan lihat daftar lengkapnya di sini.
Karena waktu itu jelang trip ke Namibia, saya mampir ke Timberland untuk membeli bots dan tentunya ke Adidas untuk membeli jaket ungu incaran dari jauh hari. Diskonnya terbilang lumayan besar, apalagi Timberland. Semakin banyak pembelian akan mendapat diskon tambahan.
Bagaimana kalau lelah belanja dan lapar? Tenang saja, di sini juga terdapat deretan restoran yang siap memanjakan perut.
Kalau sudah ke Genting, tanggung rasanya kalau tidak sekalian ke SkyAvenue, bukan? Karena lelah, kami berburu teh susu boba ke Xing Fu Tang, barulah berkeliling. Namun, toko-toko di Premium Outlet lebih lengkap dan banyak diskonnya. Kami hanya mencuci mata di sini dan melanjutkan perjalanan ke Kuala Lumpur.
Malamnya kami akan menginap di area Bukit Bintang. Dan begitu memasuki Bukit Bintang saya terpukau. Wah, ternyata berderet pusat perbelanjaan, mulai dari Pavilion, Starhill Galerry, hingga Fahrenheit88 dan Lot 10. Pantas saja banyak orang Indonesia senang pelesiran ke Malaysia, surga belanja pula rupanya.
Asyiknya berbelanja di Malaysia tentu karena adanya perbedaan nilai pajak hingga harga tiap produk lebih murah. Belum lagi koleksi internasional di Malaysia terbilang lengkap. Saya akhirnya menemukan lipstik Lancome yang sudah habis di mana-mana di Jakarta. Sayangnya, saat mendatangi outlet Porter (Yoshida Kaban), produknya tidak banyak dan belum diskon.
Tampaknya mesti kembali lagi akhir tahun, terlebih Malaysia Year End Sale bakal digelar gila-gilaan. Diskon di semua pusat perbelanjaan di Malaysia. Hm, apakah ada yang sudah berencana berburu barang diskonan ke Malaysia? Sebaiknya menginap di Bukit Bintang saja karena amat strategis, tinggal berjalan kaki ke mal-mal ataupun pasar di sekitar.
Sebuah tips bagi yang masih ingin berbelanja namun sudah telanjur menuju bandara, ada Mitsui Outlet Park di area KLIA Sepang yang bisa didatangi. Deretan toko-toko di sini hampir sama dengan di Genting Highlands, tetapi lebih nyaman karena mirip-mirip mal di Jakarta. Dan tentunya saya mengincar sandal Teva karena cuma dijual di Mitsui.
Wisata Budaya di Batu Caves
Sudah lama sekali saya berkeinginan mengunjungi kuil Hindu yang berada di dalam sebuah gua di daerah Selangor ini. Terlebih semenjak 272 anak tangganya dicat bewarna-warni sedemikian rupa. Kuil-kuil di area Batu Caves ini bergaya Dravida, dan dipersembahkan untuk Murugan, Dewa Perang bangsa Tamil yang merupakan putra Siwa dan Parwati, yang menjulang setinggi 42,7 meter dan berlapis emas yang didatangkan dari Thailand. Butuh tiga tahun untuk menyelesaikan patung Murugan tertinggi di dunia ini.
Sayangnya, ketika kami datang sekitar pukul sepuluh pagi, pengunjung sudah begitu ramai. Baik yang bermain dengan burung-burung dara di bawah maupun yang merayapi tangga menuju gua-gua dan kuil-kuil di atas. Karena tidak memiliki cukup waktu, harus terbang sore itu, kami memutuskan berkeliling di area bawah saja. Ada dua kuil yang tak kalah cantik yang bisa dilihat. Kemudian, ada pula kebun binatang kecil apabila ingin melihat satwa yang menempati area bukit kapur ini.
Tentunya saya yakin harus kembali lagi ke kuil-kuil gua yang dibangun oleh K. Thamboosamy Pilai, seorang pedagang India, yang juga mendirikan Kuil Sri Mahamariamman di Kuala Lumpur. Konon ada tiga kuil gua utama di atas, dan kuil utamanya berada di gua setinggi 100 meter. Ah, pasti strukturnya sangat mengagumkan, bukan?
Katanya belum ke Malaysia kalau belum mampir ke Menara Kembar. Petronas Twin Tower. Ikonnya Malaysia. Bangunan yang dulu sempat meraih gelar tertinggi di dunia pada 1998-2004, sebelum direbut oleh Taipei 101 dan Burj Khalifa. Gedung milik KLCC Holdings ini merupakan perkantoran dan mal, juga tempat wisata.
Pengunjung dapat mengikuti tur menuju puncak gedung, hingga ketinggian lantai 86. Gedung yang dirancang oleh César Pelli, arsitek Argentina-Amerika, ini memiliki dua menara sama rupa yang terinspirasi oleh arsitektur Islam. Uniknya lagi, pada lantai 41, pengunjung bisa melihat Jembatan Udara yang menghubungkan kedua menara.
Dari lantai 41, kita akan berganti lift menuju anjungan pemandangan yang berada di lantai 86. Telinga saya agak terasa pengang ketika lift melaju secepat kilat. Wah, tidak rugi rasanya membayar demi pemandangan dan pengalaman luar biasa ini. Nilai lebih ketimbang mengunjungi Top of The Rock di Rockefeller Center New York adalah pengunjung di Petronas dibagi dalam kelompok tak lebih dari lima belas orang.
Jadi, kita dapat menikmati suasana dan berjalan-jalan dengan lebih leluasa, juga berfoto-foto. Namun, pengunjung juga diberi batasan waktu dan tak boleh meninggalkan kelompok. Ya, intinya lebih rapi saja sistemnya.
Barangkali tempat-tempat dan atraksi di atas sudah tak asing, bahkan sudah didatangi berulang kali oleh barang siapa. Akan tetapi, bagi yang belum pernah ke Malaysia, ini saatnya kamu terbang! Ingat, akhir tahun begini waktunya pesta diskon, kapan lagi bisa jalan-jalan dan belanja dengan harga spesial, bukan?
Malaysia Year End Sale, I’m coming!